Bantul – Polemik peternakan babi di RT 05, Padukuhan Plumutan, Kalurahan Mulyodadi, Kapanewon Bambanglipuro, Kabupaten Bantul, masih berlanjut. Warga yang sejak awal memprotes bau tak sedap dari peternakan milik Yohanes Nindarto kini melakukan pemblokiran akses keluar-masuk ke rumah dan kandang milik Yohanes.
Aksi pemblokiran dimulai sejak Selasa (15/4/2025) dan hingga Jumat (18/4/2025) masih terus berlangsung. Warga menggunakan batang kayu dan bambu untuk menutup jalan menuju lokasi peternakan.
Yohanes menyatakan bahwa operasional peternakan telah dihentikan sementara.
“Kami akan mengosongkan kandang secara bertahap. Sekarang hanya tinggal tujuh ekor, empat sedang hamil, satu pejantan, dan dua baru melahirkan. Tapi bagaimana bisa mengosongkan jika akses ke rumah kami diblokade?” ujarnya
Yohanes menegaskan bahwa penghentian kegiatan ini adalah bentuk kepatuhan terhadap arahan Bupati Bantul yang sebelumnya disampaikan dalam pertemuan keempat dengan warga dan pemerintah pada Maret lalu. Arahan tersebut kemudian ditindaklanjuti melalui surat resmi dari Satpol PP Bantul yang meminta pengosongan kandang sebagai solusi sementara.
“Kami bukan menutup usaha ini, hanya menghentikan sementara sambil mengevaluasi. Intinya, kami ingin membenahi kandang agar tidak menimbulkan bau lagi seperti yang dikeluhkan warga,” katanya.
Meski siap membenahi kandang, Yohanes berharap evaluasi terhadap peternakannya dapat dilakukan secara adil dan objektif.
Solusi Ramah Lingkungan untuk Atasi Bau Ternak
Masalah bau kotoran ternak memang menjadi persoalan klasik di banyak lingkungan peternakan. Namun, menurut Indra dari Klinik Tani, ada solusi efektif yang dapat diterapkan untuk mengurangi dampak bau tersebut.
Indra merekomendasikan penggunaan BeKa Decomposer, cairan mikroba pengurai organik yang dapat disemprotkan langsung ke kotoran ternak. “Dalam hitungan menit, bau menyengat akan hilang,” jelasnya.
Lebih dari itu, cairan ini juga mempercepat proses pengomposan. Biasanya proses ini memakan waktu berminggu-minggu, namun dengan BeKa, kotoran ternak dapat berubah menjadi kompos berkualitas hanya dalam waktu satu minggu.
“Solusi ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga memberikan nilai tambah bagi peternak. Kompos yang dihasilkan bisa digunakan untuk pertanian atau bahkan dijual, menjadi bisnis sampingan yang menguntungkan,” ujar Indra. (Ep)