Giliran Pemkab Bantul Bereaksi Menyomasi Anggur Hijau Parangtritis 

Yogyakarta – Pemilihan nama merek dagang sejatinya bukan perkara sepele. Kesalahan dalam memilih nama bisa berdampak besar, menyinggung identitas budaya dan memicu polemik luas. Hal itulah yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta, ketika dua kabupaten—Sleman dan Bantul—melayangkan protes keras terhadap penggunaan nama wilayah mereka sebagai merek minuman keras beralkohol (miras).

Di Kabupaten Bantul, kemunculan produk “Anggur Hijau Parangtritis” langsung menuai penolakan. Nama pantai yang dikenal sebagai destinasi spiritual dan budaya itu dianggap tidak pantas dikaitkan dengan produk beralkohol.

“Akan kami sampaikan keberatan atau penolakan ke Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkum agar proses pengakuan merek anggur hijau Parangtritis itu ditolak,” tegas Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kabupaten Bantul, Hermawan Setiaji.

Penolakan ini bukan tanpa dasar. Tokoh masyarakat, tokoh agama, dan ormas menyuarakan keresahan yang sama. Mereka menilai penggunaan nama Parangtritis untuk produk miras telah mencederai nilai religius yang selama ini dijunjung tinggi masyarakat setempat.

“Tadi kan tokoh masyarakat dan tokoh agama menyampaikan kalau itu (adanya merek miras Parangtritis) malah melecehkan Parangtritis. Tapi kok malah dijadikan nama merek miras, kira-kira begitu masyarakat keberatannya,” tambah Hermawan.

Sementara itu, dari Sleman, Bupati Harda Kiswaya juga bereaksi keras atas beredarnya produk “Anggur Merah Kaliurang”. Nama Kaliurang, yang selama ini dikenal sebagai kawasan wisata edukatif dan budaya, dinilai sangat tidak pantas disandingkan dengan produk minuman keras.

“Kami menyomasi kepada produsen anggur merah. Saya mewajibkan beliau yang mempunyai PT ini untuk segera mengganti nama bukan atau tidak boleh menggunakan Kaliurang,” kata Harda, dikutip Kamis (24/4/2025).

Baca Juga: Anggur Merah Kaliurang Dinilai Cemari Citra Wisata, Pemkab Sleman Layangkan Somasi

Ia menegaskan bahwa kawasan Kaliurang memiliki identitas kuat sebagai destinasi wisata berbasis pendidikan, budaya, dan sejarah. Pencatutan nama tersebut sebagai merek miras bukan hanya tidak etis, tetapi juga bertentangan dengan visi kepariwisataan daerah yang telah diatur dalam Perda DIY.

Produsen Miras Akhirnya Tarik Dua Produk dan Putus Kerja Sama

Gelombang penolakan yang masif dari masyarakat dan dua pemerintah kabupaten akhirnya mendorong produsen minuman beralkohol, Orang Tua Group, untuk mengambil langkah tegas. Melalui pernyataan resminya, mereka mengumumkan penghentian produksi dua produk yang menggunakan nama “Kaliurang” dan “Parangtritis”.

“Menanggapi respons masyarakat terhadap penggunaan kata Kaliurang dan Parangtritis pada minuman beralkohol yang merupakan produk kolaborasi dengan pengusaha lokal. Di mana produsen minuman beralkohol telah mengambil tindakan tegas dengan menghentikan produksi dan memastikan pengusaha lokal tidak menjual produk minuman beralkohol tersebut,” ujar Marketing Anggur Orang Tua, Daniel.

Tak hanya itu, perusahaan juga telah memutus kerja sama dengan pengusaha lokal yang memproduksi minuman tersebut. Mereka juga telah meminta agar seluruh produk yang terlanjur beredar ditarik dari pasaran. Langkah ini diambil sebagai bentuk tanggung jawab atas kegaduhan yang terjadi, sekaligus sebagai penghormatan terhadap nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat Yogyakarta. (Ep)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *