Di tengah ancaman pengangguran dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), bisnis waralaba di Indonesia justru menunjukkan geliat pertumbuhan yang signifikan. Tak hanya berperan penting dalam menggerakkan perekonomian nasional, sektor ini juga terbukti menyerap puluhan ribu tenaga kerja dan menjangkau pasar internasional.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri dari Kementerian Perdagangan, Iqbal Shoffan Shofwan, mengungkapkan bahwa pada tahun 2024, bisnis waralaba di Indonesia telah menyerap sekitar 98 ribu tenaga kerja, dengan nilai omset mencapai Rp143 triliun.
“Waralaba ini memberikan kontribusi yang sangat jelas, di mana pada 2024 lalu, waralaba telah menyerap 98 ribu tenaga kerja,” ujar Iqbal dalam acara FLEI Business Show 2025, di Jakarta International Convention Center (JICC), Jumat (16/5/2025).
Kontribusi ini menjadi angin segar di tengah kondisi ketenagakerjaan yang sedang tidak stabil. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia pada Februari 2025 mengalami peningkatan sebesar 1,11 persen dibandingkan tahun sebelumnya — atau sekitar 83 ribu orang. Kepala BPS, Amelia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa lonjakan ini terjadi seiring bertambahnya angkatan kerja sebesar 3,67 juta orang, menjadikan total angkatan kerja pada Februari 2025 mencapai 153,05 juta orang.
Tidak hanya itu, PHK juga meningkat tajam di awal tahun 2025. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat bahwa sepanjang Januari–Februari 2025, sebanyak 18.610 orang terkena PHK, melonjak hampir 460 persen dibanding Januari 2025 yang mencatatkan 3.325 kasus PHK.
Dengan latar belakang itu, bisnis waralaba hadir sebagai salah satu solusi konkret. Selain menciptakan lapangan kerja, sektor ini juga mampu mendorong semangat kewirausahaan — hal yang sangat dibutuhkan Indonesia saat ini.
Iqbal menyoroti rendahnya rasio pengusaha di Indonesia yang masih berada di angka 3,35 persen, padahal syarat menuju negara maju mengharuskan tingkat kewirausahaan minimal 4 persen.
“Malaysia itu 4,75 persen, Singapura 8 persen, Amerika Serikat 12 persen,” kata Iqbal, membandingkan kondisi Indonesia dengan negara lain.
Di Indonesia, lebih dari 48 ribu gerai waralaba telah berdiri, menjangkau berbagai wilayah dan sektor usaha. Menariknya, beberapa di antaranya bahkan telah berhasil menembus pasar ekspor.
“Yang paling kita kenal saat ini adalah Alfamart. Di Filipina, Indonesia punya dua ribu gerai Alfamart,” tutur Iqbal.
Pertumbuhan waralaba ini bukan hanya menggambarkan keberhasilan dalam menciptakan peluang usaha, tapi juga simbol keberhasilan model bisnis lokal yang mampu bersaing di kancah global. Di tengah gejolak ekonomi dan pasar kerja yang belum stabil, waralaba bisa menjadi model pemulihan yang inklusif dan berkelanjutan. (Ep)