Perpanjangan Usia Pensiun ASN Picu Polemik: Regenerasi Birokrasi Terancam

Yogyakarta – Di penghujung Mei lalu, Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) secara resmi melayangkan usulan kontroversial: menaikkan batas usia pensiun Aparatur Sipil Negara (ASN) dari 58 tahun menjadi 70 tahun. Usulan ini telah disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto, Ketua DPR RI Puan Maharani, serta Menteri PAN-RB Rini Widiyantini. Dalih utama Korpri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan ASN dan mempertahankan fungsi keahlian mereka lebih lama dalam birokrasi.

Namun, di balik usulan tersebut, muncul sejumlah kritik tajam dari kalangan akademisi dan pengamat kebijakan publik. Dosen Manajemen dan Kebijakan Publik UGM, Dr. Subarsono, menilai bahwa waktu pengajuan usulan ini kurang tepat, terutama dalam konteks kondisi ekonomi nasional yang sedang menghadapi tantangan serius. “Saat ini, kondisi ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja dengan meningkatnya anggaran tiap tahun. Bahkan, Presiden Prabowo Subianto mencanangkan efisiensi ekonomi untuk kementerian dan pemerintah daerah,” kata Subarsono, Rabu (11/6).

Beban Fiskal Negara Berpotensi Membengkak

Menurut Subarsono, penerapan kebijakan tersebut justru berpotensi menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ia membandingkan kebijakan pensiun ASN di beberapa negara ASEAN untuk memberikan perspektif yang lebih komparatif. “Di Vietnam, batas usia pensiun ASN adalah 61 tahun dengan PDB per kapita sebesar $4.282. Di Thailand, pegawai negara bekerja sampai usia 60 tahun dengan PDB sebesar $7.182, sedangkan penduduknya hanya 71 juta jiwa saja. Di Indonesia, dengan PDB per kapita sebesar $4.876 dan populasi sebanyak 285 juta jiwa menetapkan batas usia pensiun hingga 58 tahun,” jelasnya.

Perbandingan ini menunjukkan bahwa secara ekonomi dan demografi, Indonesia masih harus berhitung lebih cermat sebelum mengambil kebijakan yang dapat berdampak besar pada pembiayaan negara. “Pertimbangan yang perlu diperhatikan sebelum menaikkan usia pensiun adalah kemampuan ekonomi dan jumlah penduduknya terlebih dahulu,” tegas Subarsono.

Alasan mempertahankan fungsi keahlian ASN lewat perpanjangan usia pensiun pun dinilai kurang relevan. Subarsono menegaskan bahwa kualitas pelayanan publik tidak sepenuhnya bergantung pada usia ASN, melainkan lebih pada peningkatan kapasitas kompetensi, adaptasi teknologi, serta etika pelayanan. “Untuk meningkatkan efektivitas pelayanan publik, menurut saya lebih pada perubahan mindset para ASN dari orientasi penguasa menjadi orientasi sebagai pelayan publik,” katanya.

Selain itu, menurutnya, era digital menuntut ASN untuk melek teknologi, sensitif terhadap kebutuhan masyarakat, serta mengedepankan empati sosial. Perubahan budaya kerja jauh lebih mendesak ketimbang memperpanjang usia pensiun.

Regenerasi ASN Terancam Mandek

Dampak sosial dari usulan Korpri ini juga tak kalah penting. Dengan populasi usia produktif yang besar, perpanjangan usia pensiun justru akan menyulitkan generasi muda yang bercita-cita menjadi ASN. “Apabila usia pensiun ASN diperpanjang hingga 70 tahun, maka peluang perekrutan ASN baru akan menurun dan menghambat regenerasi dalam birokrasi,” ujar Subarsono.

Ia mengusulkan, apabila perpanjangan usia pensiun tetap dipertimbangkan, maka sebaiknya dilakukan secara bertahap dan terukur. “Misalnya, pada tahun 2026 ditambah 1 tahun, 2027 ditambah 1 tahun, dan seterusnya. Kebijakan gradual tersebut perlu diambil sejajar dengan perkembangan pertumbuhan ekonomi negara yang naik secara perlahan,” tambahnya.

Sebagai penutup, Subarsono mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam mengambil keputusan kebijakan publik seperti ini. “Kebijakan publik memang tidak akan dapat memuaskan semua orang, tetapi kebijakan publik harus menjamin ekonomi negara tidak mengalami kemerosotan,” pungkas Subarsono.

Dengan demikian, perdebatan soal perpanjangan usia pensiun ASN ini menjadi gambaran dilema klasik antara upaya menjaga stabilitas kesejahteraan ASN senior dan kebutuhan regenerasi birokrasi yang sehat, di tengah tekanan keterbatasan fiskal negara. (Yud)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *