Semar Mbangun Khayangan: Sindiran Keras untuk Politik Penuh Tipu Daya

Yogyakarta – Semar Mbangun Khayangan bukan sekadar lakon pewayangan. Ia adalah simbol perlawanan terhadap ketidakadilan, keserakahan, dan keculasan politik. Melalui kisah tokoh Semar yang membangun kembali tatanan langit demi keadilan rakyat, nilai-nilai kebijaksanaan disuarakan di tengah realitas bangsa yang tengah diuji.

Semangat inilah yang diangkat dalam pagelaran wayang kulit semalam suntuk yang digelar di halaman DPRD DIY pada Sabtu malam, 21 Juni 2025. Acara ini menjadi bagian dari rangkaian peringatan Bulan Bung Karno, menghadirkan dalang Ki Geter Pramuji Widodo, dan terbuka untuk umum.

Ketua Komisi A DPRD DIY dari Fraksi PDI Perjuangan, Eko Suwanto, menjelaskan bahwa pertunjukan ini merupakan bentuk konkret pengarusutamaan nilai Pancasila melalui jalur budaya.

“Gelaran wayang kulit ini bagian dari upaya kita menggelorakan Pancasila,” ujar Eko Suwanto, Kamis (19/6/2025).

Ia menyebutkan bahwa Perda Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan di DIY memberikan ruang pelaksanaan pendidikan kebangsaan secara formal maupun informal.

“Wayang kulit merupakan salah satu jalan kebudayaan untuk kembangkan Sinau Pancasila,” tegasnya.

Menurut Eko, lakon Semar Mbangun Khayangan menggambarkan keinginan masyarakat untuk membangun tatanan kehidupan yang adil, makmur, dan bersih dari keculasan politik.

“Apa saja isi lakon Semar Mbangun Khayangan sudah banyak yang paham. Intinya kita menyampaikan ke depan, tidak ingin terjadi persoalan politik yang memecah belah bangsa,” tandasnya.

Pagelaran ini juga menjadi momentum untuk mengenang dan mendoakan sang Proklamator, Bung Karno, dalam suasana spiritual yang menyatu dengan kebudayaan Jawa.

Sejumlah tokoh hadir dalam pertunjukan tersebut, antara lain Wakil Ketua Komisi A DPRD DIY Hifni Muhammad Nasikh, anggota Komisi A D. Radjut Sukasworo, dan Wakil Wali Kota Yogyakarta Wawan Hermawan.

Hifni mengapresiasi keberlanjutan seni tradisi sebagai media pembelajaran nilai luhur.

“Hadirnya seni tradisi wayang kulit relevan dalam upaya nguri-uri kebudayaan. Ada suri tauladan dan ilmu yang menarik dengan drama khas wayang. Songsong kehidupan masa depan,” ujarnya.

Sementara itu, D. Radjut Sukasworo menegaskan bahwa momentum Bulan Bung Karno bukan hanya tentang sejarah, tetapi juga penguatan karakter bangsa melalui budaya.

“Ada lima hal penting: mengenang gagasan dasar Pancasila, tumbuhkan nasionalisme, internalisasi nilai dalam bernegara, hadirkan inspirasi bagi generasi muda, serta bangkitkan semangat seni pedalangan,” ungkapnya.

Sekretaris DPRD DIY, Yudi Ismono, turut menyampaikan kebanggaannya atas antusiasme publik terhadap pertunjukan wayang.

“Di tengah gempuran budaya modern, masyarakat masih menunjukkan minat tinggi terhadap wayang kulit. Hal ini tampak dari banyaknya penonton yang memadati halaman DPRD DIY,” tuturnya.

Wayang kulit Semar Mbangun Khayangan menjadi penanda bahwa budaya bukan sekadar warisan masa lalu, tetapi juga alat kritik sosial yang halus, tajam, dan relevan untuk masa depan yang lebih adil. (Yud)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *