Ketua Komisi A DPRD DIY Desak PPATK Hentikan Pemblokiran Rekening Dormant

Yogyakarta – Ketua Komisi A DPRD DIY, Eko Suwanto, mendesak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk segera membatalkan kebijakan pemblokiran rekening tidak aktif atau dormant selama tiga bulan. Kebijakan ini dinilai tidak hanya meresahkan, tetapi juga merugikan masyarakat, termasuk pelajar dan mahasiswa di DIY yang terdampak langsung.

Komisi A DPRD DIY sebelumnya menerima sejumlah aduan dan laporan masyarakat terkait pemblokiran rekening oleh PPATK. Akibat kebijakan tersebut, banyak rekening warga tak bisa diakses untuk keperluan penting seperti pengobatan dan biaya pendidikan anak.

“Kebijakan blokir rekening oleh PPATK dengan status dormant selama tiga bulan sebaiknya hentikan saja, jangan melampaui kewenangan. Kebijakan yang keliru, kepada PPATK segera hentikan batalkan kebijakan blokir 3 bulan rekening tak aktif,” tegas Eko Suwanto, Senin (4/2025).

Eko menjelaskan, pemblokiran tersebut membuat pemilik rekening kesulitan melakukan transaksi, bahkan memicu keresahan di kalangan mahasiswa yang rekeningnya hanya digunakan untuk membayar SPP per semester. Karena tidak aktif lebih dari tiga bulan, rekening-rekening ini pun ikut terblokir dan menyulitkan proses registrasi ulang kuliah.

Menurut ketentuan yang berlaku, pemblokiran rekening hanya dapat dilakukan jika:

Ada transaksi mencurigakan seperti pencucian uang, penipuan (fraud), atau pendanaan terorisme.

Ada permintaan atau laporan resmi dari lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, KPK, atau OJK.

Rekening digunakan untuk tindak kriminal seperti kejahatan siber, scam, phishing, atau narkotika.

Eko menegaskan bahwa PPATK seharusnya menjunjung tinggi perlindungan warga negara sesuai dengan konstitusi.

“PPATK berwenang melakukan pemblokiran atas dana milik orang atau korporasi yang identitasnya tercantum dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT) yang diterbitkan Kapolri berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujar Eko.

Dalam Pasal 12 ayat (2) Peraturan PPATK Nomor 18 Tahun 2017 disebutkan bahwa pemblokiran hanya bisa dilakukan jika ada indikasi tindak pidana atau penggunaan dokumen palsu.

“Catatan penting, status dormant tidak termasuk dalam parameter sebagaimana diatur peraturan PPATK. PPATK bisa memblokirnya jika ada indikasi tindak pidana, seperti pencucian uang, sehingga status dormant saja tidak cukup jadi dasar hukum pemblokiran,” jelas Eko Suwanto.

Langkah PPATK ini dinilai mencederai prinsip kehati-hatian dan keadilan dalam sistem keuangan nasional, serta berpotensi melanggar hak-hak sipil warga negara. (Yud)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *