Yogyakarta – Sebuah insiden dugaan pemukulan terhadap seorang dokter residen di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menjadi viral di media sosial. Kejadian ini bermula setelah seorang pasien meninggal dunia usai mendapat perawatan intensif. Pihak rumah sakit memastikan kasus telah diselesaikan secara damai melalui mediasi antara keluarga pasien dan pihak tenaga medis yang menjadi korban.
Manajer Hukum dan Humas RSUP Dr. Sardjito, Banu Hermawan, menjelaskan insiden terjadi pada Jumat, 22 Agustus 2025, saat seorang pasien rujukan dari RS Soerojo Magelang tiba dalam kondisi kritis akibat pendarahan lambung. Meski sudah mendapat penanganan maksimal dengan pengawasan dokter anestesi, kondisi pasien memburuk dan akhirnya meninggal dunia pada dini hari, Sabtu (23/8).
“Malam itu, kondisinya semakin buruk. Kami sudah berupaya maksimal sesuai prosedur dan di bawah pengawasan dokter anestesi yang ketat, namun beliau tidak bisa tertolong dan meninggal,” kata Banu, Senin (25/8).
Usai pasien meninggal, salah satu anggota keluarga yang emosional melampiaskan amarahnya dengan memukul dokter residen berinisial EN yang saat itu sedang bertugas. Banu menegaskan bahwa pelaku adalah seorang perempuan dan bukan tenaga kesehatan, sekaligus membantah klaim pelaku yang mengaku sebagai keluarga Direktur Utama RSUP Dr. Sardjito.
“Ini perlu kami luruskan, keluarga pasien yang mengaku keluarga dirut, itu bukan keluarga dirut,” tegas Banu.
Kasus ini akhirnya diselesaikan dengan mediasi, pelaku telah menyampaikan permintaan maaf dan menandatangani akta penyelesaian sengketa dengan pihak rumah sakit. “Kami sangat memberikan perlindungan terhadap tenaga medis yang ada di sini. Kita tidak membiarkan bentuk apapun, baik intimidasi maupun kekerasan terhadap SDM kita,” tegas Banu.
Menanggapi insiden ini, Ketua Komisi D RB, Dwi Wahyu Budiantoro, menilai kekerasan yang terjadi merupakan luapan emosi yang mengabaikan akal sehat.
“Kekerasan di sektor pendidikan dan kesehatan harus berada di titik nol, karena keduanya merupakan pelayanan dasar bagi kesejahteraan warga,” ujarnya.
Dwi menegaskan, diperlukan perlindungan hukum yang jelas bagi tenaga medis supaya terhindar dari ancaman kekerasan sehingga mampu memberikan pelayanan terbaik. (Yud)