BPOM Tindak Praktik Suntik Stem Cell Ilegal, Pelaku Dokter Hewan Terkenal

Magelang – Peredaran produk biologi ilegal kembali terbongkar. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengungkap praktik peredaran turunan sel punca (stem cell) ilegal di Magelang, Jawa Tengah, dengan nilai ekonomi fantastis mencapai Rp230 miliar. Kasus ini melibatkan seorang akademisi berinisial YHF (56) yang kini resmi ditetapkan sebagai tersangka.

Penindakan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM bersama Koordinator Pengawasan PPNS Bareskrim Polri. Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar, menjelaskan bahwa sarana yang ditindak ternyata merupakan praktik dokter hewan yang disalahgunakan sebagai tempat peredaran produk biologi ilegal berupa sekretom, yang disuntikkan kepada manusia.

Praktik tersebut dilakukan tanpa izin edar dari BPOM, serta tidak memiliki perizinan resmi maupun surat izin praktik dokter hewan. Pemilik sarana juga tidak memiliki kewenangan untuk memberikan terapi atau pengobatan kepada manusia.

Dalam penggeledahan, PPNS BPOM menemukan produk sekretom dalam bentuk cairan yang dikemas dalam tabung eppendorf 1,5 mililiter berwarna merah muda dan oranye, siap untuk disuntikkan kepada pasien.

“PPNS BPOM juga menemukan produk sekretom dari kemasan botol 5 liter sebanyak 23 botol yang disimpan di dalam kulkas, peralatan suntik, termost pendingin, yang sudah ditempel identitas dan alamat lengkap pasien serta produk kiriman ditambahkan produk sekretom tersebut untuk pengobatan luka. Nilai ekonomi ini mencapai Rp230 miliar,” jelasnya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (27/8/2025).

Selain produk ilegal, petugas juga menemukan catatan data pasien yang mengindikasikan praktik penyuntikan telah dilakukan secara sistematis dan terorganisir.

BPOM menegaskan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, produk terapi lanjut (advance therapy products) seperti sel punca dan turunannya, termasuk sekretom, wajib memiliki izin edar. Aturan ini dipertegas melalui Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2025 tentang Pedoman Penilaian Produk Terapi Advance.

Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi hukum, baik pidana maupun administratif. Saat ini, tersangka YHF yang diketahui sebagai staf pengajar di salah satu universitas di Yogyakarta, masih menjalani proses penyidikan. BPOM telah memeriksa 12 saksi dalam perkara ini.

Kepala BPOM menegaskan pihaknya tidak akan berhenti melakukan pengawasan terhadap peredaran sediaan farmasi ilegal. Selain berisiko membahayakan kesehatan, praktik semacam ini juga menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar.

Kasus ini menjadi peringatan serius bagi masyarakat agar lebih waspada terhadap praktik pengobatan ilegal yang mengatasnamakan terapi canggih. BPOM mengimbau masyarakat untuk selalu memastikan legalitas produk medis dan tenaga kesehatan sebelum melakukan tindakan pengobatan. (Ep)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *