Dampak Demo Besar, Pasar Guncang dan Ekonomi Lesu

Yogyakarta – Gelombang demonstrasi besar akhir pekan lalu memicu guncangan ekonomi nasional. Kepercayaan pasar menurun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok, hingga muncul peringatan perjalanan (travel warning) dari sejumlah negara kepada warganya yang hendak berkunjung ke Indonesia.

Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Denni Puspa Purbasari, S.E., M.Sc., Ph.D., menegaskan melemahnya kepercayaan pasar akibat aksi massa merupakan hal wajar. Menurutnya, stabilitas sosial dan politik merupakan syarat utama pertumbuhan ekonomi.

“Untuk tumbuh, ekonomi perlu stabilitas politik sebagaimana Trilogi Pembangunan era Presiden Soeharto yang menekankan tiga hal: stabilitas nasional yang dinamis, pertumbuhan ekonomi tinggi, serta pemerataan pembangunan,” jelas Denni saat ditemui di FEB UGM, Kamis (4/9).

IHSG Turun Ratusan Triliun

Penurunan kepercayaan pasar terlihat dari pergerakan IHSG. Pada periode puncak demonstrasi, Kamis (28/8) hingga Senin (1/9), IHSG terkoreksi 2,7% dari 7.952,09 ke 7.736,07. Dampaknya, kapitalisasi pasar menyusut sekitar Rp 385–391 triliun.

“Ini mencerminkan confidence pelaku pasar terhadap prospek ekonomi Indonesia menurun, sementara risiko justru dianggap meningkat,” jelas Denni.

Meski begitu, tidak semua saham merosot. Beberapa sektor tetap bertahan karena adanya katalis positif yang mendukung.

UKM Paling Rentan

Menurut Denni, perusahaan besar biasanya memiliki perlindungan seperti manajemen risiko, jaringan kuat, hingga asuransi. Namun, kondisi berbeda dialami usaha kecil menengah (UKM).

“UKM yang bergantung pada penghasilan harian paling sulit. Jika harus tutup tiga hari, maka sama saja kehilangan 10% dari omzet bulanan,” terangnya.

Denni mengingatkan bahwa guncangan ekonomi akibat aksi massa bukanlah hal baru. Demo besar 212 maupun krisis multidimensi 1998 juga memicu anjloknya IHSG, bahkan hingga lebih dari 50% pada masa krisis tersebut.

Menurut Denni, pemerintah berperan krusial dalam mengembalikan kepercayaan publik. Diamnya pemerintah hanya akan menambah gejolak di masyarakat.

“Semakin pemerintah diam seribu bahasa, semakin besar pula bara amarah yang tumbuh di akar rumput,” tegasnya.

Ia juga mengimbau masyarakat untuk lebih bijak mengatur keuangan rumah tangga. Menyusun prioritas kebutuhan dan menyisihkan dana darurat menjadi langkah penting dalam menghadapi ketidakpastian.

“Memang ini akan memperlambat ekonomi, tapi langkah ini penting untuk bertahan,” pungkasnya. (Yud)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *