Fisipol UGM Buka Kantor Jakarta, Jadi Pusat Riset Digital

Jakarta – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) resmi membuka kantor perwakilan di Jakarta. Peresmian ini tidak hanya menjadi tonggak penting bagi kehadiran UGM di ibu kota, tetapi juga menghadirkan diskusi publik mengenai tata kelola platform digital di Indonesia, sebuah isu yang kian mendesak di tengah dinamika kebijakan digital nasional.

Acara yang digelar di Kampus UGM Jakarta, Jl. Saharjo, Tebet, turut mempublikasikan riset terbaru dari Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM berjudul “Mendorong Tata Kelola Platform Media Sosial yang Adil dan Proporsional”.

Dekan Fisipol UGM, Dr. Wawan Mas’udi, menjelaskan bahwa pembukaan kantor ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat jejaring dan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan di Jakarta.

“Kami berharap Fisipol UGM dapat menjadi mitra strategis dalam merumuskan kebijakan publik yang berbasis data dan analisis mendalam,” ujarnya.

Selain pusat kolaborasi, kantor ini juga akan berfungsi sebagai lokasi perkuliahan beberapa program magister dengan skema blended learning. Mahasiswa dapat mengikuti kuliah secara kombinasi antara kampus Yogyakarta, daring, hibrida, dan tatap muka di Jakarta. Langkah ini menunjukkan komitmen Fisipol UGM untuk adaptif terhadap perkembangan zaman.

Dalam kesempatan yang sama, CfDS memaparkan hasil riset terkait tata kelola platform digital di Indonesia. Temuan utama menunjukkan adanya krisis kepercayaan publik terhadap keputusan platform digital, terutama terkait intervensi negara.

Kondisi ini diperparah oleh ancaman yang terus meningkat, seperti misinformasi, serangan siber, dan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Selain itu, pelaku e-commerce mikro yang bergantung pada media sosial juga dinilai rentan menghadapi perubahan kebijakan platform.

Riset menyimpulkan bahwa model tata kelola platform digital di Indonesia masih cenderung reaktif dan belum proporsional.

Peneliti CfDS, Bangkit Adhi Wiguna, menekankan pentingnya transparansi dalam regulasi. Ia mencontohkan kasus pemadaman fitur live streaming TikTok baru-baru ini sebagai bukti lemahnya komunikasi regulasi.

“Regulasi tidak boleh hanya fokus pada pengendalian, tetapi juga harus melindungi hak-hak pengguna dan pelaku ekonomi digital dari intervensi yang tidak proporsional,” jelasnya.

Menurut Bangkit, diperlukan fondasi kebijakan yang kuat dan kolaboratif dengan melibatkan pemerintah, platform digital, masyarakat sipil, hingga sektor swasta.

Melalui riset dan peresmian kantor perwakilan di Jakarta, Fisipol UGM menegaskan perannya sebagai penggerak riset kebijakan publik, khususnya dalam isu tata kelola digital. Kehadiran ini diharapkan menjadi landasan bagi kolaborasi lintas sektor menuju ekosistem digital yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan. (Yud)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *