Uji Coba Malioboro Full Pedestrian, Menuju Permanen Tanpa Mobil dan Motor

Pengamen tidak lagi bebas masuk Malioboro, mereka harus melalui proses seleksi agar yang tampil benar-benar berkualitas

YogyakartaBayangkan Malioboro tanpa suara klakson, tanpa deru motor, hanya langkah kaki, musik jalanan, dan aroma kuliner khas Yogya yang semerbak. Itulah suasana istimewa saat Pemerintah Kota Yogyakarta melakukan uji coba pedestrian penuh selama 24 jam di jantung kota budaya ini, dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-269 Kota Yogyakarta, Selasa (7/10/2025). Selama satu hari penuh, kendaraan bermotor dilarang melintas, memberi ruang bagi masyarakat untuk menikmati Malioboro dengan cara yang lebih tenang dan manusiawi.

Langkah ini menjadi bagian dari upaya Pemkot Yogyakarta untuk menguji kesiapan kawasan Malioboro menuju penerapan pedestrian penuh di masa depan, sekaligus mengidentifikasi berbagai dampak dan persoalan yang mungkin timbul selama penerapannya.

Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo bersama Wakil Wali Kota Wawan Harmawan turun langsung memantau jalannya uji coba pada Selasa sore. Keduanya tampak menyusuri jalur pedestrian sambil berbincang dengan wisatawan dan pelaku usaha di sekitar Malioboro.

Hasto mengatakan, uji coba ini penting untuk melihat sejauh mana dampak dan tantangan dari penerapan pedestrian penuh. Bila ke depan diterapkan permanen, Pemkot Yogyakarta akan menyiapkan infrastruktur pendukung ramah lingkungan, seperti becak listrik, jalur khusus drop-off logistik, serta stasiun pengisian daya untuk kendaraan non-bahan bakar fosil.

 “Kita memang ingin melihat dampaknya seperti apa kalau kita bikin full pedestrian. Saya kira ini penting untuk mengevaluasi dan sekaligus untuk merencanakan kalau seandainya mau Car Free Day apa saja masalah yang harus kita atasi,” kata Hasto

Menurutnya, penerapan penuh tentu akan menimbulkan tantangan tersendiri, terutama dalam hal akses keluar-masuk logistik untuk hotel, toko, dan restoran di kawasan tersebut. Karena itu, Pemkot akan menyiapkan pengaturan jam khusus untuk distribusi logistik agar aktivitas ekonomi tetap berjalan lancar tanpa mengganggu kenyamanan pejalan kaki.

Hasto juga menyoroti perlunya penyesuaian akses kendaraan di sirip-sirip jalan kawasan Malioboro, terutama karena sebagian ruas jalan bersifat satu arah dan sempit. Jika mobil tidak bisa masuk, perlu solusi agar bisa putar balik tanpa menghambat lalu lintas.

Selain soal transportasi, perubahan juga terjadi pada penataan pengamen dan pelaku seni jalanan. Pemkot Yogyakarta kini memfasilitasi 116 seniman dan pengamen untuk tampil di tujuh titik pertunjukan resmi, yakni lima di sepanjang Malioboro dan dua di Jalan Margo Utomo.

Hasto menegaskan bahwa pengamen tidak lagi bebas masuk Malioboro. Mereka harus melalui proses kurasi agar yang tampil benar-benar memiliki kualitas dan membawa suasana positif bagi kawasan wisata ini.

“Ini sudah dimoratorium sudah stop. Kalau mau masuk Malioboro dikurasi dulu suaranya bagus gak. Saya minta kurasi dulu supaya pengamen-pengamen di Malioboro bagus,” ucap Hasto.

Uji coba ini bukan sekadar pembatasan kendaraan, melainkan langkah awal menuju Yogyakarta yang lebih ramah pejalan kaki dan berorientasi pada budaya. Malioboro kembali ke esensinya, tempat di mana setiap langkah menjadi pengalaman, setiap sudut menyimpan cerita, dan setiap interaksi menghadirkan kehangatan khas Yogya. (An)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *