Di tengah pusaran dualisme Paku Buwono XIV, pasca mangkatnya Paku Buwono XIII ada bayangan satu wajah. Wajah Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Timoer Rumbai Kusuma Dewayani yang kini menyandang gelar kehormatan Panembahan. Entah mengapa, belakangan bayangan beliau selalu hadir di setiap momen sunyi. Dialah yang saya yakini sebagai otak di balik penobatan adiknya, Gusti Purbaya, sebagai Paku Buwono XIV Hamangkunegoro. Sosoknya begitu cerdas, strategis, dan penuh perhitungan.
Peran GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani memang luar biasa sentral dalam memastikan suksesi Keraton Kasunanan Surakarta berjalan sah dan sesuai paugeran (aturan adat). Sebagai putri tertua dari almarhum PB XIII, beliau tampil sebagai juru bicara utama yang memberikan justifikasi kuat di ruang publik. Beliau memastikan jumenengan (upacara kenaikan takhta) adiknya pada 15 November 2025 itu adalah kelanjutan kepemimpinan yang sah berdasarkan garis keturunan, sebuah peran krusial untuk mengeliminasi keraguan dan friksi internal yang mendera keraton bertahun-tahun.
Di sisi lain, GKR Timoer Rumbai bukan hanya juru bicara pasif. Beliau adalah figur kunci yang vokal menolak dan mengkritik habis upaya suksesi tandingan, terutama penobatan KGPH Hangabehi oleh Lembaga Dewan Adat (LDA).
Kritik yang ia sampaikan secara terbuka, mempertanyakan mulai dari proses musyawarah hingga kesiapan logistik, menunjukkan ketegasan sikapnya dalam menjaga marwah adat keraton. Kehadiran dan suara lantangnya di tengah konflik suksesi menjadi simbol perlawanan yang tak terpecahkan terhadap pihak yang ia anggap ingin merusak konsensus keluarga inti Keraton Surakarta. Panembahan Timoer adalah pertahanan terakhir legitimitasi Purbaya.
Dan kini, setelah PB XIV bertahta, kesuksesan GKR Timoer semakin terlihat dari upaya rekonsiliasi yang ia bangun. Beliau berperan besar dalam mengukuhkan otoritas raja baru, di antaranya dengan menerima dan menjelaskan pemberian kekancingan (surat keputusan) dan kenaikan gelar kepada lima kerabat keraton.
Tindakan ini, termasuk kenaikan gelarnya sendiri menjadi GKR Panembahan Timoer, merupakan simbol penghormatan kepada mereka yang telah berjuang, sekaligus langkah strategis awal untuk menata struktur kepengurusan baru di bawah PB XIV. Melihat ketenangan dalam strategi GKR Panembahan Timoer Kusuma Dewayani beliau telah berhasil menenangkan badai besar di jantung kebudayaan Jawa. (*)
