Sidang Perdana, Eks Bupati Sleman Didakwa Gunakan Dana untuk Pilkada

Yogyakarta – Pengadilan Negeri Yogyakarta menggelar sidang perdana perkara dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pariwisata yang menjerat mantan Bupati Sleman, Sri Purnomo. Sidang yang berlangsung Kamis (18/12/2025) tersebut beragendakan pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum.

Dalam dakwaan, JPU menyebut dana hibah pariwisata yang seharusnya digunakan untuk menanggulangi dampak pandemi Covid-19 di sektor pariwisata Kabupaten Sleman diduga diselewengkan untuk kepentingan politik, yakni pemenangan pasangan calon Kustini Sri Purnomo dan Danang Maharsa pada Pilkada Sleman 2020.

Sidang digelar di Ruang Garuda PN Yogyakarta dan dipimpin Ketua Majelis Hakim Melinda Aritonang. Tim JPU terdiri atas Rachma Ariyani Tuasikal, Shanty Elda Mayasari, dan Wiwik Trihatmini. Sri Purnomo hadir secara langsung didampingi kuasa hukum serta istrinya, Kustini, yang menjabat sebagai Bupati Sleman periode 2021–2025.

Sebelum pembacaan dakwaan, majelis hakim memastikan kondisi kesehatan terdakwa. Sri Purnomo menyatakan berada dalam kondisi sehat dan siap mengikuti jalannya persidangan.

Dana Hibah Disebut Nganggur dan Dialihkan

Dalam uraian dakwaan, JPU memaparkan kronologi dugaan korupsi dana hibah pariwisata yang bersumber dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Dana tersebut dialokasikan untuk membantu pelaku sektor pariwisata yang terdampak pandemi Covid-19.

Namun, JPU menyebut dana hibah tersebut dianggap sebagai dana yang tidak terpakai dan kemudian diarahkan untuk mendukung pemenangan pasangan calon tertentu pada Pilkada Sleman 2020. Dalam dakwaan dijelaskan bahwa sekitar Agustus hingga September 2020, di rumah dinas Bupati Sleman, Sri Purnomo menyampaikan kepada Kuswanto, Ketua DPC PDI Perjuangan Sleman saat itu sekaligus tim koalisi pemenangan Pilkada, bahwa terdapat dana hibah pariwisata dari kementerian pusat yang dapat dimanfaatkan untuk pemenangan.

“Bertempat di rumah dinas Bupati Sleman, terdakwa Drs. H. Sri Purnomo, M.Si menyampaikan kepada saksi Kuswanto, SIP (Ketua DPC PDIP Kabupaten Sleman tahun 2020) yang merupakan Tim Koalisi Pemenangan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2020 dengan penyampaian, ‘Ini ada dana dari kementerian pariwisata pusat yang nganggur, bisa digunakan untuk pemenangan,” ungkap JPU membacakan dakwaan.

Satu pekan kemudian, Kuswanto disebut mengumpulkan 14 anggota DPC PDI Perjuangan Sleman di kantor partai untuk menyampaikan informasi terkait penggunaan dana hibah pariwisata Kabupaten Sleman tahun 2020 guna mendukung pasangan calon nomor urut 3, Kustini Sri Purnomo dan Danang Maharsa.

Peran Anak Terdakwa

Jaksa juga mengungkap dugaan keterlibatan Raudi Akmal, anak Sri Purnomo, dalam rangkaian peristiwa tersebut. Pada Agustus 2020, Raudi Akmal yang disebut sebagai bagian dari tim pemenangan diduga memerintahkan Anas Hidayat, Ketua Karang Taruna Sleman saat itu, untuk menyampaikan kepada kelompok masyarakat agar mengajukan proposal hibah pariwisata.

Proposal tersebut kemudian diminta dikumpulkan ke rumah dinas Bupati Sleman. Mekanisme ini diduga menjadi bagian dari skema penyaluran dana hibah yang diarahkan untuk kepentingan politik.

Atas perbuatannya, Sri Purnomo didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 22 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Pihak Terdakwa Bantah Ada Aliran ke Rekening Pribadi

Kuasa hukum Sri Purnomo, Rizal, menyatakan dana hibah pariwisata yang menjadi pokok perkara telah disalurkan dan dimanfaatkan oleh pelaku sektor pariwisata di Kabupaten Sleman. Ia menegaskan tidak terdapat aliran dana ke rekening pribadi kliennya.

Menurut Rizal, persoalan yang dipersoalkan dalam perkara ini lebih pada perbedaan penafsiran kebijakan, bukan pada hilangnya uang negara. Ia menyebut kliennya sejak awal bersikap kooperatif dan siap mengikuti seluruh proses hukum yang berjalan.

Pihak kuasa hukum juga menegaskan tidak terdapat niat memperkaya diri maupun penambahan aset pribadi yang berkaitan dengan kebijakan hibah tersebut. Dana disebut tetap ada dan digunakan oleh pelaku usaha pariwisata yang terdampak pandemi, termasuk kelompok penerima di daerah.

“Dana itu ada, tersalurkan, dan digunakan. Yang dipersoalkan adalah soal peruntukan dan tafsir kebijakan, bukan dana yang menguap,” ujarnya.

Kuasa hukum menilai kebijakan hibah tersebut diambil dalam situasi darurat pandemi, ketika sektor pariwisata Sleman mengalami tekanan berat dan membutuhkan respons cepat dari pemerintah daerah. Seluruh dakwaan akan ditanggapi melalui mekanisme persidangan, tanpa membangun perdebatan di luar proses hukum.

Sidang perkara ini akan dilanjutkan dengan agenda berikutnya sesuai dengan jadwal yang ditetapkan majelis hakim. (Ep)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *