Dari Yogyakarta ke Yamanashi, Gagas Model Penanggulangan Bencana Berbasis Komunitas

Universitas Gadjah Mada (UGM) terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat mitigasi bencana dengan menjalin kolaborasi strategis bersama Mount Fuji Research Institute (MFRI) dan NPO Volcano Tokyo. Kerja sama ini mendapat dukungan penuh dari Japan International Cooperation Agency (JICA) melalui skema Grassroot Cooperation Program yang telah terjalin selama beberapa tahun terakhir.

Sebagai tindak lanjut dari kemitraan tersebut, pada 12 Mei lalu telah digelar Simposium Internasional Penanggulangan Bencana di Prefektur Yamanashi, Jepang. Kegiatan ini menjadi momen penting bagi pertukaran gagasan dan praktik terbaik antara dua negara yang sama-sama memiliki risiko tinggi terhadap aktivitas gunung berapi.

Dr. Wiwit Suryanto, dosen FMIPA UGM sekaligus koordinator proyek, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan bukti nyata bahwa sinergi lintas negara mampu memperkuat kapasitas lokal dalam menghadapi ancaman geohazard. Ia menekankan bahwa Gunung Fuji tak hanya menyajikan lanskap indah, tetapi juga mencerminkan kesiapsiagaan dan kedisiplinan warga Jepang yang layak dijadikan contoh.

“Pengalaman penanggulangan bencana gunung api Fuji bisa menjadi inspirasi penting bagi kita di Indonesia, terutama dalam mengembangkan model pendidikan kebencanaan sejak dini dan sistem peringatan dini berbasis komunitas,” ungkapnya, Selasa (20/5).

Dalam simposium ini, para pemangku kepentingan dari Indonesia dan Jepang saling berbagi pengetahuan serta praktik lapangan, membahas mulai dari strategi mitigasi prabencana, respons saat kejadian, hingga upaya pemulihan pascabencana.

“Diskusi juga menyoroti pentingnya peran aktif masyarakat desa, lembaga akademik, dan pemerintah daerah dalam membangun ketangguhan komunitas secara terpadu,” paparnya.

Delegasi Indonesia dalam kegiatan ini diwakili oleh berbagai tokoh kunci dari Bali, antara lain Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Provinsi Bali, I Putu Suta Wijaya; Ketua Pusat Studi Bencana Alam (PSBA) Universitas Udayana, Prof. I Nyoman Sutarja; serta Ketua Forum Perbekel se-Bali, I Gede Pawana. Mereka didampingi langsung oleh Dr. Wiwit dan difasilitasi oleh Jennifer Sarah selaku Project Manager JICA Grassroot.

I Putu Suta Wijaya mengungkapkan bahwa kunjungan ke Jepang memberi banyak pembelajaran berharga yang dapat diadaptasi untuk memperkuat ketahanan daerah di Indonesia.

“Kami melihat langsung bagaimana masyarakat Jepang terlibat aktif dalam proses mitigasi, termasuk dalam perencanaan kebijakan. Ini memberikan banyak pelajaran yang bisa kita adaptasi sesuai konteks lokal Bali maupun daerah lain di Indonesia,” terangnya.

Sementara itu, Prof. I Nyoman Sutarja menekankan urgensi peran perguruan tinggi sebagai penghubung antara ilmu pengetahuan dan praktik kebencanaan di lapangan.

“Universitas memiliki peran strategis dalam membangun jembatan antara teknologi, kebijakan, dan kebutuhan masyarakat,” ungkapnya.

Di akhir kegiatan, Dr. Wiwit menegaskan pentingnya kunjungan ini sebagai bagian dari upaya mempererat jejaring kerja sama antara institusi Indonesia dan Jepang dalam membangun sistem pengurangan risiko bencana yang berbasis komunitas.

Ia berharap hasil dari forum ini tidak hanya berhenti pada tataran wacana, tetapi berkembang menjadi program kolaboratif yang konkret, seperti pelatihan relawan desa, edukasi kebencanaan sejak dini, dan pemanfaatan teknologi tepat guna bagi wilayah-wilayah rawan bencana di Indonesia. (Yud)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *