Yogyakarta – Kekhawatiran terhadap masa depan demokrasi dan keadilan di Indonesia mengemuka dalam diskusi buku “Jalan Gelap Demokrasi dan Keadilan” yang digelar di Ruang Paripurna 2 DPRD DIY, Jalan Malioboro, Sabtu (25/10/2025). Acara ini tidak hanya memotret kegelisahan para intelektual, tetapi juga menjadi ruang refleksi atas arah perjalanan bangsa.
Diskusi menghadirkan dua pembicara utama, yakni Imam Anshori Saleh (mantan Wakil Ketua Komisi Yudisial) dan Abidin Fikri (Anggota DPR RI 2024–2029), dengan Sinta Herindrasti (dosen Hubungan Internasional UKI Jakarta) sebagai moderator. Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama DPRD DIY, Tonggak Pustaka, Abidin Fikri Pandjialam Foundation, Sastra Bulan Purnama, dan Paguyuban Wartawan Sepuh Yogyakarta.
Buku Lahir dari Renungan 17 Aktivis dan Akademisi
Buku “Jalan Gelap Demokrasi dan Keadilan” merupakan seri kedua dari Renungan Indonesia yang diterbitkan Tonggak Pustaka bersama Abidin Fikri Pandjialam Foundation. Buku ini istimewa karena ditulis oleh 17 tokoh dari lintas profesi—akademisi, peneliti, wartawan hingga aktivis yang pernah berkawan sejak masa mahasiswa.
Beberapa penulis yang turut berkontribusi adalah:
- Ahmad Syaify (Guru Besar FKG UGM),
- Ahmad Taufan Damanik (Ketua Komnas HAM),
- Imam Anshori Saleh (mantan Wakil Ketua KY),
- Halim HD (pemikir kebudayaan).
Gagasan penulisan buku ini diinisiasi oleh Abidin Fikri dan Ons Untoro, yang juga bertindak sebagai editor bersama Indro Suprobo. Menurut Ons Untoro selaku Koordinator Acara, DPRD DIY bersedia menjadi tuan rumah diskusi karena adanya kedekatan emosional dan semangat untuk menjaga rumah demokrasi tetap hidup.
Seruan Perempuan dalam Politik dan Demokrasi
Anggota DPRD DIY dari Fraksi PDIP, Dr. Hj. Yuni Satya Rahayu, yang membuka acara, menegaskan bahwa demokrasi dan keadilan harus berjalan berdampingan. Ia menekankan pentingnya kehadiran perempuan dalam politik untuk membawa perubahan yang nyata dan memperkuat sistem demokrasi. Yuni juga menyerukan lahirnya “jiwa petarung” dalam diri perempuan politik menghadapi pemilu yang dinilai belum sepenuhnya ideal.
Kritik Sosial: Dari Krisis Kepemimpinan hingga Ruwetnya Negara
Dalam diskusi maupun isi buku, para penulis menyampaikan banyak refleksi kritis:
- Abidin Fikri menyoroti krisis kepemimpinan dan absennya sosok teladan di Indonesia. Ia menawarkan Mohammad Hatta sebagai contoh pemimpin yang demokratis dan berkeadilan.
- Halim HD, melalui tulisan berjudul “Indonesia Bagian Terpenting dari Kampung Saya”, menyampaikan kritik sosial dengan gaya satire mengenai keruwetan persoalan kebangsaan.
- Ahmad Syaify mengangkat kenyataan buram dunia pelayanan kesehatan, khususnya beban yang ditanggung tenaga medis.
Secara keseluruhan, buku ini menjadi bentuk evaluasi dan ajakan bagi seluruh elemen bangsa untuk memperjuangkan demokrasi yang lebih bermoral dan sistem hukum yang berkeadilan.
Menyalakan Kesadaran di Tengah Jalan Gelap Demokrasi
Diskusi yang dihadiri sekitar 80 peserta dari berbagai latar belakang ini diharapkan tidak hanya berhenti sebagai perbincangan intelektual, tetapi juga mampu memantik kesadaran kolektif. Melalui buku ini, para penulis dan peserta diajak bersama-sama mencari jalan keluar dari “jalan gelap” demokrasi dan keadilan yang tengah dirasakan bangsa. (Yud)

