DPR Pertanyakan Dugaan Kebocoran Rp 5 Triliun dalam Anggaran Haji 2026

Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyatakan jika benar terdapat kebocoran anggaran, maka hal itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kementerian Haji dan Umrah.

Jakarta Isu kebocoran anggaran sebesar Rp 5 triliun dalam penyelenggaraan ibadah haji kembali mencuat di rapat kerja Komisi VIII DPR RI bersama Kementerian Haji dan Umrah, Senin (27/10/2025). Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menegaskan bahwa pihaknya tidak ingin dikaitkan dengan dugaan tersebut apabila di kemudian hari muncul persoalan serupa.

Marwan menilai, jika benar terdapat kebocoran anggaran, maka hal itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab Kementerian Haji dan Umrah. Ia menyoroti bahwa rancangan anggaran haji tahun 2026 yang disampaikan oleh kementerian masih menggunakan pola dan metode yang hampir sama dengan tahun sebelumnya, padahal sebelumnya disebut-sebut terdapat potensi kebocoran yang cukup besar.

Marwan menjelaskan, pernyataan Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak mengenai adanya kebocoran hingga Rp 5 triliun atau sekitar 20–30 persen dari total anggaran Rp 17 triliun telah menimbulkan pertanyaan di kalangan anggota dewan. Ia pun menegaskan bahwa Komisi VIII DPR tidak terlibat dalam penyusunan maupun penggunaan anggaran tersebut.

“Berarti diduga masih bocor Rp 5 triliun. Bocornya di mana? Kami mulai sekarang declare, kami nggak ikut apa-apa, enggak tahu kami itu. Berarti bocornya ada di Kemenhaj,” ujar Marwan di Ruang Rapat Komisi VIII DPR RI, Jakarta, Senin (27/10/2025).

Ia juga meminta Dahnil untuk mengklarifikasi pernyataannya, karena tuduhan kebocoran dana sebesar itu berpotensi menimbulkan persepsi negatif terhadap pelaksanaan haji dan lembaga terkait. Menurut Marwan, jika pola anggaran yang digunakan tetap sama seperti tahun sebelumnya, maka potensi kebocoran yang disebutkan Dahnil akan tetap menjadi pertanyaan besar.

Sementara itu, Dahnil Anzar Simanjuntak menjelaskan bahwa angka Rp 5 triliun tersebut bukan hasil temuan, melainkan estimasi potensi kebocoran yang dapat terjadi dalam ekosistem ekonomi penyelenggaraan haji. Ia menyebut, Kementerian Haji dan Umrah telah berdiskusi dengan sejumlah lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk membahas efisiensi dan transparansi anggaran haji.

“Munculnya angka Rp 5 triliun itu adalah, saya kalau tidak keliru setelah kami berdiskusi panjang melakukan penjelasan kepada Jaksa Agung, Kejaksaan pada saat itu Jamintel,” kata Dahnil.

Menurut Dahnil, perhitungan tersebut berasal dari analisis terhadap sekitar sepuluh proses bisnis yang dibiayai dari total anggaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp 17 triliun. Ia menjelaskan bahwa potensi kebocoran itu muncul dari berbagai aktivitas yang melibatkan banyak pihak dalam rantai penyelenggaraan ibadah haji setiap tahunnya.

Sebagai informasi, Kementerian Haji dan Umrah sebelumnya telah menetapkan estimasi BPIH 2026 sebesar Rp 88,4 juta, atau hanya turun sekitar Rp 1 juta dibanding musim haji 2025. Angka tersebut memunculkan pertanyaan dari para anggota Komisi VIII DPR RI, karena dinilai tidak menunjukkan perubahan signifikan meskipun ada klaim efisiensi dan pencegahan kebocoran dana. (An)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *