Yogyakarta – Bisnis toko oleh-oleh di Yogyakarta terus menunjukkan pertumbuhan pesat, menjadikannya salah satu sektor usaha yang menjanjikan bagi para pelaku bisnis. Tak hanya menguntungkan secara ekonomi, toko oleh-oleh juga menjadi bagian penting dalam industri pariwisata kota ini. Setiap wisatawan yang datang ke Yogyakarta hampir dipastikan akan membeli oleh-oleh sebelum pulang, membuat bisnis ini tidak pernah kehilangan pelanggan.
Salah satu sosok yang menekuni bisnis ini adalah Dinni, wanita muda asal Sleman. Berawal dari menangkap peluang bisnis Bakpia Kukus Tugu yang fenomenal saat itu, Dinni bersama bibinya membuka toko oleh-oleh pertama mereka di Jl. Laksda Adisucipto Km 6, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta. Hanya dalam kurun waktu tiga tahun, bisnisnya berkembang pesat hingga memiliki 10 cabang yang tersebar di berbagai lokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Selain Bakpia Kukus Tugu Yogyakarta yang sedang tren, Dinni juga menjual berbagai makanan khas Yogyakarta lainnya, seperti berbagai macam merek bakpia, geplak, yangko, keripik tempe, serta minuman tradisional seperti wedang uwuh.
Daya Tarik Bisnis Oleh-Oleh: Tak Pernah Sepi Pelanggan
Yogyakarta selalu menjadi destinasi favorit bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Dengan jumlah pengunjung yang terus meningkat, toko oleh-oleh menjadi tempat wajib yang dikunjungi sebelum meninggalkan kota ini.
Menurut Dinni, lonjakan wisatawan paling tinggi terjadi saat musim liburan sekolah, Lebaran, dan akhir tahun. Pada momen-momen tersebut, tokonya sering kehabisan stok karena tingginya permintaan.
“Kadang dalam satu hari, stok bisa habis lebih cepat dari perkiraan, terutama bakpia dan camilan khas yang paling dicari. Kami harus bekerja ekstra untuk memastikan pasokan tetap tersedia,” kata Dinni.
Karena tingginya permintaan, bisnis oleh-oleh di Yogyakarta pun semakin menjamur. Hampir di setiap sudut kota, wisatawan bisa menemukan toko oleh-oleh, baik yang besar maupun yang kecil.
Peran Pengrajin Lokal dalam Bisnis Oleh-Oleh
Keberhasilan bisnis toko oleh-oleh tidak lepas dari peran pengrajin makanan tradisional. Mereka adalah tulang punggung industri oleh-oleh, memastikan bahwa produk yang dijual tetap berkualitas dan memiliki cita rasa khas yang disukai wisatawan.
Dini mengakui bahwa kerja sama dengan pengrajin menjadi salah satu kunci sukses bisnisnya. Dengan mempertahankan kualitas dan memperkenalkan inovasi rasa baru, produk-produk di tokonya tetap menarik bagi pelanggan.
“Banyak orang datang ke Jogja karena ingin mencicipi makanan khasnya. Toko oleh-oleh menjadi jembatan antara pengrajin lokal dengan wisatawan,” ujarnya.
Tak hanya itu, bisnis toko oleh-oleh juga memberikan dampak ekonomi yang besar bagi warga sekitar. Banyak tenaga kerja terserap dalam industri ini, mulai dari pekerja toko, pengemasan, hingga logistik distribusi.
Meskipun toko oleh-oleh semakin menjamur, peluang bisnis ini masih terbuka lebar. Namun, dengan banyaknya pesaing, inovasi menjadi hal yang sangat penting.
Beberapa toko oleh-oleh kini juga menawarkan konsep wisata edukasi, di mana pelanggan bisa melihat langsung proses pembuatan makanan khas, seperti bakpia dan geplak. Ini menjadi daya tarik tersendiri, terutama bagi wisatawan yang ingin mendapatkan pengalaman lebih saat berbelanja.
Keberadaan toko oleh-oleh di Yogyakarta bukan hanya sebagai tempat belanja, tetapi juga telah menjadi bagian dari pengalaman wisata. Dengan tingginya minat wisatawan untuk membawa pulang makanan khas Jogja, bisnis ini tetap memiliki prospek cerah dan menjadi pilihan investasi yang sangat menjanjikan. (Ep)