Yogyakarta – Seorang ilmuwan muda Indonesia, Fahrul Nurkolis, mencatatkan prestasi luar biasa dengan menemukan senyawa alami yang berpotensi sebagai obat kanker dan diabetes.
Peneliti berusia 25 tahun dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta ini resmi memperoleh hak paten atas inovasinya, yang menggunakan bahan alami seperti Echinacea purpurea, anggur laut, dan bawang dayak.
Fahrul meneliti potensi tiga spesies tumbuhan yang kaya akan senyawa bioaktif. Penelitiannya mengungkap bahwa kandungan dalam tanaman ini dapat menghambat pertumbuhan sel kanker sekaligus meningkatkan sensitivitas insulin.
Ia mengatakan Indonesia memiliki ribuan spesies tumbuhan dengan potensi sebagai obat alami. Banyak di antaranya telah terbukti memiliki efek anti-inflamasi, antimikroba, antidiabetes, dan antikanker.
Penelitian Fahrul berfokus pada mekanisme kerja senyawa bioaktif dalam menghambat proliferasi sel kanker serta mengatur insulin receptor (IR), GLP-1R, dan PPARs, yang berperan dalam metabolisme glukosa.
Dalam pengembangannya, penelitian ini dilakukan melalui tiga pendekatan utama:
In Silico – Menggunakan molecular docking dan dynamic simulation untuk memprediksi interaksi senyawa dengan target molekuler.
In Vitro – Menguji efektivitas senyawa pada kultur sel guna memastikan kemampuannya dalam menghambat sel kanker serta mengontrol kadar gula darah.
In Vivo – Menggunakan hewan model untuk mengevaluasi efektivitas serta keamanannya sebelum melangkah ke uji klinis manusia.
Fahrul mengungkapkan bahwa salah satu tantangan terbesar dalam penelitian ini adalah isolasi dan identifikasi senyawa bioaktif yang kerap ditemukan dalam jumlah kecil. Oleh karena itu, dibutuhkan teknik ekstraksi canggih serta validasi biologis lebih lanjut.
Penemuannya telah mendapatkan Perlindungan Paten Sederhana untuk senyawa Peptida Pudjialanine Rudyline dari tanaman anggur laut sebagai obat diabetes. Paten ini berlaku selama 10 tahun, sejak 21 November 2024.
Meski demikian, Fahrul menyadari bahwa tantangan besar masih ada dalam hilirisasi penelitian. Ia menyoroti bagaimana banyak penelitian di Indonesia terhenti di laboratorium karena kurangnya dukungan dari industri dan pemerintah.
Sebagai ilmuwan muda yang aktif dalam forum akademik internasional, seperti Nordic Nutrition Conference di Finlandia, Asian Congress of Nutrition di China, serta International Conference on Nutrition and Growth di Portugal, Fahrul berharap Indonesia bisa mendapatkan pengakuan global dalam riset farmasi berbasis bahan alam.
“Indonesia memiliki sumber daya alam yang kaya dan ilmuwan berbakat. Jika kita bisa mengatasi kendala hilirisasi riset, Indonesia bisa menjadi pemimpin global dalam industri farmasi berbasis bahan alam,” ungkapnya dalam unggahan Instagram pada Sabtu, 8 Maret 2025. (*)