Ketika Judi Online Hancurkan Rumah Tangga: Sosiolog Ingatkan Bahaya Eksploitasi Digital

YogyakartaDi tengah derasnya arus digitalisasi, praktik judi online kian mencemaskan dan menimbulkan dampak sosial yang serius bagi masyarakat. Tidak hanya merusak ekonomi keluarga, fenomena ini juga mengancam kesejahteraan sosial dan memperluas lingkaran korban hingga ke lapisan masyarakat paling rentan.

Berdasarkan data dari Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Umum per 12 September 2025, korban judi online di Indonesia berasal dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, buruh, petani, hingga tunawisma. Kondisi ini menunjukkan betapa dalamnya penetrasi judi online di masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, Sosiolog UGM, Dr. Andreas Budi Widyanta, S.Sos., M.A., menilai bahwa fenomena ini hanyalah bagian kecil dari persoalan sosial yang lebih besar di era digital.

“Data yang kita lihat itu hanya puncak gunung es. Di baliknya ada banyak keluarga kehilangan rumah, tanah, dan harta demi menebus anak atau anggota keluarganya yang terjerat judi online,” ujarnya, Rabu (29/10).

Dosen Departemen Sosiologi Fisipol UGM yang akrab disapa Bung Abe itu menjelaskan, sistem judi online dirancang dengan algoritma gamifikasi yang menciptakan sensasi kemenangan semu. Mekanisme ini membuat pemain merasa euforia sesaat hingga tanpa sadar terus bermain dan kehilangan kendali.

“Kita tidur dengan musuh yang setiap waktu kita diawasi, dikontrol, dan terus-menerus distimulasi oleh berbagai keinginan untuk konsumsi,” ungkapnya.

Menurutnya, dampak judi online tidak hanya dirasakan oleh pemain, tetapi juga oleh keluarga mereka. Ibu rumah tangga sering kali menjadi korban sekunder yang menanggung beban finansial akibat ulah anggota keluarga yang kecanduan.

“Mereka yang akhirnya harus menanggung utang dan kehilangan tabungan keluarga demi menutup kerugian yang ditimbulkan anak atau suaminya. Mereka tidak bermain, tapi ikut menanggung akibat dari eksploitasi digital ini,” jelas Abe.

Abe menambahkan, rendahnya kompetensi digital masyarakat menjadi salah satu penyebab utama mudahnya masyarakat terjerumus dalam praktik judi online. Ditambah tekanan ekonomi dan kemiskinan struktural, banyak orang tergoda mencari keuntungan instan yang justru berujung kerugian besar.

Ia juga menyoroti lemahnya peran Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam memberikan perlindungan dan edukasi digital.

“Tidak cukup hanya literasi digital, kita butuh kompetensi digital yang disertai pemikiran sosial kritis. Selama Komdigi tidak serius memberikan proteksi dan penegakan hukum, masyarakat akan terus menjadi korban eksploitasi digital. Negara tidak boleh berdiam diri,” tegasnya.

Sebagai solusi, Abe menilai penting adanya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, generasi muda, dan agensi kreatif dalam melakukan kampanye publik tentang bahaya judi online.

“Indonesia punya banyak agensi dan generasi muda yang pintar. Mereka seharusnya dilibatkan untuk memberikan pendidikan digital dan kampanye penyadaran yang persisten,” pungkasnya. (Yud)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *