Yogyakarta – Jika kamu menyusuri Jalan Mataram di Yogyakarta, ada sebuah bangunan megah yang pasti menarik perhatian. Sebuah masjid dengan arsitektur yang unik dan penuh sejarah berdiri kokoh di salah satu sudut jalan. Namanya Masjid Quwwatul Islam, rumah ibadah yang baru saja selesai direnovasi dan kini semakin mempercantik wajah kota Yogyakarta.
Namun, lebih dari sekadar tempat ibadah, masjid ini menyimpan kisah panjang yang sarat makna. Mulai dari sejarah berdirinya yang berkaitan erat dengan masyarakat Banjar, hingga peran besar Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam memberikan lahan untuk pembangunan masjid ini.
Dari Langgar Kalimantani ke Masjid Quwwatul Islam
Masjid Quwwatul Islam memiliki akar sejarah yang panjang. Awalnya, masjid ini dibangun pada tahun 1943 oleh masyarakat Banjar yang merantau ke Yogyakarta. Mereka mendirikan sebuah langgar kecil bernama Langgar Kalimantani sebagai tempat ibadah dan pusat berkumpulnya komunitas Banjar di perantauan.
Pembangunan langgar ini mendapat izin langsung dari Sultan Hamengku Buwono IX, yang bahkan memberikan tanah sebagai bentuk dukungan terhadap keberadaan masyarakat Banjar di Yogyakarta.
Seiring waktu, langgar ini berkembang dan pada tahun 1953 namanya diubah menjadi Masjid Quwwatul Islam. Perubahan nama ini mencerminkan semangat inklusivitas, agar masjid ini bisa menjadi rumah ibadah bagi seluruh umat Islam dari berbagai latar belakang, bukan hanya masyarakat Banjar.
Renovasi Besar-besaran: Transformasi Menjadi Masjid Megah
Pada tahun 2015, Masjid Quwwatul Islam menjalani renovasi besar-besaran. Dengan dana sekitar Rp 15 miliar yang diperoleh dari donasi masyarakat, renovasi ini bertujuan untuk memperluas kapasitas serta mempercantik arsitektur masjid.
Renovasi ini berlangsung selama hampir dua tahun dan akhirnya selesai pada 2023. Peresmian masjid yang telah direnovasi ini dilakukan langsung oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X, menandai babak baru dalam perjalanan panjang Masjid Quwwatul Islam.
Keunikan Masjid Quwwatul Islam tidak hanya terletak pada sejarahnya, tetapi juga arsitekturnya yang mencerminkan perpaduan budaya Banjar dan Yogyakarta.
Atap masjid dibuat menyerupai Masjid Sultan Suriansyah di Banjarmasin, yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan.
Menara masjid terinspirasi dari golok gili, salah satu elemen khas dalam budaya Yogyakarta.
Kombinasi dua unsur budaya ini menciptakan harmoni yang indah, mencerminkan keberagaman yang menjadi kekuatan bangsa Indonesia.
Masjid Quwwatul Islam tidak hanya menjadi tempat untuk beribadah, tetapi juga memiliki peran penting dalam mempererat persaudaraan antarbudaya. Keberadaannya menjadi bukti nyata bahwa harmoni bisa terjalin antara masyarakat dari latar belakang yang berbeda.
Dalam peresmian masjid ini, Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan harapannya agar Masjid Quwwatul Islam dapat menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
“Meskipun berakar dari warga Banjar, masjid ini terbuka untuk seluruh masyarakat, sehingga masjid ini menjadi tempat beribadah dan mempererat tali silaturahmi umat Islam di Yogyakarta dan sekitarnya,” terang Sri Sultan.
Destinasi Wisata Religi dan Pusat Kegiatan Sosial
Saat ini, Masjid Quwwatul Islam telah menjadi salah satu masjid ikonik di Yogyakarta. Lokasinya yang strategis, dekat Malioboro, membuatnya sering dikunjungi oleh wisatawan, baik dari dalam maupun luar negeri.
Selain sebagai tempat ibadah, masjid ini juga menjadi pusat berbagai kegiatan, seperti: Pengajian rutin, kajian keislaman, bakti sosial dan santunan
Dengan daya tampung hingga 1.500 jamaah, masjid ini dilengkapi berbagai fasilitas modern, termasuk tempat wudhu, toilet, perpustakaan, dan ruang serbaguna, yang semakin menambah kenyamanan bagi para pengunjung.
Jadi, jika kamu berada di sekitar Malioboro atau Jalan Mataram, sempatkanlah mampir ke masjid ini. Rasakan sendiri ketenangan dan keindahan arsitekturnya, serta makna sejarah yang tersimpan di dalamnya. (Ep)