Jakarta – Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) memperkuat diplomasi budaya untuk mendorong tempe sebagai pangan lokal Indonesia agar diakui dunia. Melalui Festival Budaya Tempe: Goes To UNESCO yang digelar di Halaman Kementerian Kebudayaan, Jakarta Selatan, Minggu (21/12/2025), pemerintah menargetkan tempe resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Dunia oleh UNESCO pada 2026.
Upaya tersebut tidak hanya berorientasi pada pengakuan budaya, tetapi juga diarahkan untuk memperkuat ekonomi berbasis pangan lokal dan industri kreatif masyarakat. Tempe dinilai memiliki ekosistem ekonomi yang luas dan berkelanjutan, mulai dari produksi, distribusi, hingga inovasi produk olahan.
Tempe sebagai Ekonomi Budaya
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menegaskan bahwa pengajuan tempe ke UNESCO merupakan pengakuan atas tradisi panjang yang hidup di tengah masyarakat Indonesia, termasuk pengetahuan fermentasi yang diwariskan lintas generasi.
“Budaya tempe bukan sekadar produk material, tetapi juga tradisi dan pengetahuan yang melibatkan banyak orang dalam proses pembuatannya,” ujar Fadli Zon kepada awak media usai acara.
Ia menyebutkan, saat ini terdapat sekitar 170 komunitas budaya tempe dan kurang lebih 1,5 juta perajin yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Skala tersebut, menurutnya, menunjukkan bahwa tempe telah menjadi bagian penting dari ekonomi budaya nasional.
“Ini merupakan objek kebudayaan sekaligus pangan lokal. Ekspresi budaya dan aktivitas ekonominya tidak bisa dipisahkan,” tambahnya.
Festival Budaya Tempe digelar sebagai bagian dari kampanye publik untuk mengawal proses pengajuan tempe sebagai Warisan Budaya Takbenda Dunia.
Target Penetapan UNESCO 2026
Direktur Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan Kemenbud, Endah T.D. Retno Astuti, menyampaikan bahwa saat ini dokumen pengajuan tempe tengah dalam tahap kajian oleh UNESCO. Pemerintah menargetkan keputusan dapat diakses pada 2026.
“Di 2026 nanti, mudah-mudahan bisa ditetapkan oleh UNESCO. Jika berhasil, tempe akan menjadi warisan budaya ke-17 dari Indonesia,” kata Endah.
Ia menambahkan, status tersebut diharapkan mampu memberikan dampak ekonomi signifikan bagi komunitas tempe, khususnya pelaku industri kecil dan menengah. Pengakuan global dinilai akan membuka peluang pasar baru sekaligus meningkatkan nilai tambah produk tempe Indonesia.
Nilai Tambah dan Inovasi Produk
Menurut Endah, penetapan sebagai WBTb akan mendorong transformasi pengetahuan lokal tempe menjadi pengetahuan global. Ia menekankan bahwa tempe memiliki potensi besar untuk terus dikembangkan melalui inovasi bahan baku dan produk.
“Kita ingin budaya dan tradisi tempe tidak hanya dikenal sebagai sajian, tetapi juga sebagai pengetahuan global. Apalagi tempe bisa dibuat dari berbagai jenis kacang-kacangan, tidak hanya kedelai,” jelasnya.
Jika resmi diinskripsi UNESCO, produk tempe Indonesia nantinya akan memiliki pelabelan khusus sebagai Warisan Budaya Takbenda. Label ini diyakini dapat meningkatkan daya saing produk di pasar nasional maupun internasional.
Kemenbud juga mendorong diversifikasi olahan tempe agar lebih adaptif terhadap selera pasar modern, mulai dari makanan siap saji hingga inovasi produk seperti minuman berbasis tempe. (Yud)
