Yogyakarta – Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta memastikan batal menerapkan kebijakan retribusi pembuangan sampah di depo atau tempat penampungan limbah sementara. Kebijakan tersebut dinilai tidak relevan dan tidak perlu dilanjutkan pembahasannya, terutama karena warga saat ini hanya bisa membuang sampah ke depo melalui penggerobak atau transporter.
Wacana mengenai retribusi sampah sebelumnya sempat mencuat pada Oktober 2024, saat eksekutif berencana menerapkan tarif berdasarkan berat sampah yang dibuang ke depo. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) bahkan sempat melakukan uji coba dari 29 Oktober hingga 4 November 2024, dengan sistem penimbangan dan pencatatan tanpa penarikan pungutan.
Namun, Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, menegaskan bahwa dirinya tidak sejalan dengan rencana tersebut. Ia menekankan bahwa kebijakan tersebut tidak akan diberlakukan selama masa kepemimpinannya.
“Kemarin ada isu yang mencuat, DPRD sosialisasi Perda bahwa nanti sampah kalau ngga dipilah di depo bayar Rp500 per kilo, terus kalau dipilah Rp100. Itu sudah saya luruskan, tidak ada,” ujar Hasto, Jumat (14/4/2025).
Menurutnya, seluruh warga memiliki kewajiban untuk memilah sampah dari rumah tangga masing-masing. Dengan adanya layanan transporter, sampah yang diangkut seharusnya sudah dalam kondisi terpilah antara jenis organik dan anorganik.
“Bagi saya, warga itu mau membawa ke depo dengan cara baik, pakai penggerobak, tidak membuang di tempat-tempat liar sudah senang banget saya. Makanya, itu saya luruskan,” katanya.
Hasto juga mempertimbangkan agar retribusi sampah untuk warga biasa (non-pelaku usaha) tidak dikenakan biaya tambahan, mengingat mereka sudah membayar jasa penggerobak.
Dengan pembatalan kebijakan ini, Pemkot Yogyakarta berharap masyarakat tetap berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sampah, terutama dengan memilahnya sebelum dibuang, guna menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan kota. (An)