Yogyakarta – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mendorong para petani di Kabupaten Kulon Progo untuk mendaftarkan lahan pertanian mereka sebagai lahan abadi. Langkah ini bertujuan untuk menjamin ketahanan pangan di wilayah Yogyakarta sekaligus memberikan perlindungan kepada petani jika terjadi gagal panen atau kerugian lainnya.
Hal tersebut disampaikan Sultan dalam acara Panen Raya Padi yang digelar di Bulak Kedungsari, Kulon Progo, Senin (7/4/2025), yang merupakan bagian dari kegiatan panen serentak di 14 provinsi yang turut dihadiri Presiden Prabowo Subianto.
“Kami punya kontrak 32 ribu hektare. Kalau gagal dan sebagainya, nanti diganti sama pemda, karena itu untuk memenuhi kebutuhan pangan di Yogyakarta. Lahan boleh ditanami apapun asal pangan. Tetapi, kontraknya 10 tahun dan bisa diperpanjang,” ujar Sultan seperti dikutip Antaranews.
Kontrak 10 Tahun, Boleh Ditanami Apa Saja Asal Pangan
Sultan menjelaskan bahwa sawah abadi ini bisa ditanami berbagai jenis tanaman pangan sesuai kebutuhan. Namun, statusnya sebagai lahan pangan harus tetap dijaga.
Ia juga menegaskan bahwa tanah yang telah terdaftar sebagai sawah abadi tidak bisa diperjualbelikan sembarangan. Jika ada pemilik yang ingin menjual lahannya, pemerintah kabupaten harus terlebih dahulu mencari pengganti lahan agar fungsinya sebagai sawah abadi tetap terjaga. “Kalau tanah mau dijual, bupati harus mengganti cari tanah dulu, kalau tidak, maka lahan tersebut tidak boleh dijual,” tambahnya.
Produksi Gabah Capai 900 Ribu Ton, Surplus untuk Transaksi Antarwilayah
Dari total 32 ribu hektare lahan sawah abadi tersebut, Yogyakarta mampu menghasilkan lebih dari 900 ribu ton gabah kering panen (GKP) setiap tahunnya. Angka ini jauh melebihi kebutuhan konsumsi lokal yang berkisar di angka 700 ribu ton. Surplus sekitar 200 ribu ton ini bisa digunakan untuk transaksi antarwilayah atau sebagai cadangan strategis. Tapi kendalanya adalah luas kepemilikan lahan petani di DIY yang relatif kecil, rata-rata hanya 300 meter persegi.
Sultan pun mengapresiasi petani yang mampu mengelola lahan lebih luas, seperti Sukamto, petani asal Kedungsari, Kulon Progo, yang memiliki lahan seluas 1.500 meter persegi—lima kali lipat dari rata-rata.
Sukamto mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada pemerintah dan Bulog yang telah membeli gabah petani dengan harga Rp6.500 per kilogram GKP, serta menyediakan fasilitas penjemputan gabah langsung ke lokasi panen.
Dari lahan seluas 1.500 meter persegi, Sukamto bisa menghasilkan sekitar 30 karung gabah bersih. Satu karung rata-rata berisi 40 kilogram, jadi totalnya sekitar 1,2 ton. “Ini sangat membantu kesejahteraan kami,” ujar Sukamto.
Kehadiran Bulog dalam panen kali ini juga dinilai memperlancar distribusi dan memberikan kepastian pasar bagi hasil panen petani. Menurutnya, Bulog telah membantu petani karena membeli Rp6.500 per kilogram GKP.”Jadi, sangat membantu untuk petani dan kemudian fasilitas jemput gabahnya. Setiap panen, panggil Bulog langsung datang,” ucap Sukamto.(An)