Jakarta – Krisis pasokan yang sempat menghantui sejumlah SPBU swasta mulai menemukan solusi. Pemerintah memastikan bahwa Shell Indonesia, BP, dan Vivo Energy bersedia membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) langsung dari PT Pertamina (Persero).
Kesepakatan ini dicapai usai rapat antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia bersama Pertamina dan perwakilan perusahaan penyedia BBM swasta pada Jumat siang (19/9/2025).
Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa BBM yang akan dijual Pertamina kepada SPBU swasta berupa base fuel atau bahan bakar murni sebelum ditambahkan zat aditif. Artinya, pencampuran aditif untuk menghasilkan produk akhir akan dilakukan oleh masing-masing perusahaan.
“Ada empat hal mereka setuju dan harus setuju untuk kolaborasi dengan Pertamina, syaratnya harus basis base fuel, belum kecampur dalam bentuk teh. Kalau awalnya Pertamina mau jual jadi teh, katanya air panas aja. Nanti dicampur di tengki masing-masing ini sudah disetujui,” jelas Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta.
Bahlil juga menegaskan bahwa stok BBM nasional saat ini masih aman untuk kebutuhan 18 hingga 21 hari ke depan. Kondisi ini menunjukkan tidak ada masalah pada ketersediaan BBM secara nasional.
Meski begitu, ia mengakui bahwa cadangan di SPBU swasta memang mulai menipis. Berdasarkan aturan konstitusi dan Keppres, sektor strategis seperti BBM yang menyangkut hajat hidup orang banyak memang harus tetap dikuasai oleh negara, termasuk pengaturan ketersediaan dan kuota impor dalam neraca komoditas.
“Namun untuk SPBU swasta itu memang cadangannya udah menipis, perlu saya sampaikan bahwa secara aturan Keppres maupun UU Pasal 33 menyangkut dengan cabang industri yang menyangkut hajat orang banyak harus dikuasai negara, termasuk BBM,” jelas Bahlil.
Pemerintah sebelumnya telah memberikan kelonggaran dengan menaikkan kuota impor BBM bagi SPBU swasta sebesar 10 persen dibandingkan realisasi impor tahun 2024. Dengan tambahan ini, total kuota yang diberikan setara dengan 110 persen dari tahun sebelumnya.
Namun, kuota tersebut ternyata sudah habis sebelum akhir tahun 2025. Atas kondisi ini, pemerintah memutuskan bahwa kebutuhan tambahan SPBU swasta tetap dapat dipenuhi, tetapi pasokannya wajib melalui Pertamina.
Dalam beberapa pekan terakhir, masyarakat di sejumlah kota besar mengeluhkan terbatasnya BBM di SPBU milik Shell, BP, dan Vivo. Kekurangan pasokan ini terjadi karena kuota impor mereka telah terserap habis lebih cepat dari perkiraan. Permintaan tambahan kuota impor hingga akhir tahun memang diajukan, tetapi tidak dapat disetujui karena kuota yang diberikan sudah lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Dengan adanya kesepakatan membeli pasokan dari Pertamina, keterbatasan pasokan di SPBU swasta diharapkan segera teratasi sehingga pelayanan kepada masyarakat kembali normal.
Namun kondisi ini membuat SPBU swasta kehilangan ruang gerak dalam menentukan harga. Sebab, biaya pokok BBM kini mengikuti harga dasar Pertamina. Akibatnya, harga yang ditawarkan di SPBU swasta berpotensi menjadi seragam dengan harga di SPBU Pertamina atau bahkan lebih tinggi untuk menyesuaikan margin. Selama ini, margin bisa dijaga karena swasta menyesuaikan harga jual dengan biaya impor yang lebih fleksibel. Namun kini, margin tersebut tergerus karena bergantung pada harga dasar yang ditetapkan Pertamina. (Ep)
. Berita ini telah juga dimuat di newslinkindonesia.com