Yogyakarta – Ramai di pemberitaan bahwa dokter umum akan mengambil alih tugas dokter spesialis, termasuk melakukan operasi caesar. Menanggapi hal ini, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK Universitas Gadjah Mada (UGM) memberikan klarifikasi tegas: kebijakan taskshifting tidak serta-merta mengubah dokter umum menjadi spesialis kebidanan dan kandungan (Obgyn).
Prof. Laksono Trisnantoro, pakar kebijakan kesehatan UGM, menjelaskan bahwa taskshifting adalah kebijakan strategis yang bersifat sementara, dirancang khusus untuk mengatasi ketimpangan layanan kesehatan di daerah-daerah yang mengalami kekurangan dokter spesialis.
“Kebijakan ini tidak serta-merta membuat dokter umum menjadi Obgyn. Pemberian kompetensi tertentu seperti tindakan SC hanya dapat dilakukan dalam kondisi khusus, dengan pelatihan ketat, dan atas usulan pemerintah daerah,” ujarnya.
Baca juga : Kebijakan Taskshifting: Jawaban atas Krisis Spesialis di Wilayah Terpencil
Mengapa Taskshifting Diperlukan?
Kebijakan ini diambil sebagai solusi atas tantangan nyata yang dihadapi oleh daerah tertinggal, sangat tertinggal, dan terpencil. Beberapa kendala utama yang melatarbelakangi munculnya gagasan taskshifting antara lain:
- Keterbatasan jumlah SDM, khususnya dokter spesialis Obgyn di daerah.
- Hambatan geografis yang menyulitkan masyarakat untuk mengakses rumah sakit rujukan.
- Ketersediaan alat kesehatan yang hanya terpusat di kota-kota besar.
Akibat dari kondisi ini, banyak ibu hamil di daerah tidak mendapatkan layanan kesehatan yang layak dan tepat waktu. Dalam kasus kegawatdaruratan seperti persalinan dengan komplikasi, keterlambatan akses layanan medis dapat berdampak fatal.
Taskshifting tidak diterapkan secara sembarangan. Undang-Undang Kesehatan 2023 telah mengatur mekanisme pelaksanaannya secara ketat melalui pendekatan bottom-up, dengan proses sebagai berikut:
- Pemerintah daerah mengusulkan kebutuhan tenaga medis dengan kewenangan tambahan.
- Dokter umum dipilih dan diberikan pelatihan khusus sesuai standar kolegium profesi terkait.
- Pelatihan bersertifikasi dilakukan dan berada di bawah pengawasan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
- Penugasan resmi dari negara diberikan sebagai dasar legal tindakan medis tersebut.
- Tindakan medis tidak boleh dilakukan tanpa adanya penugasan resmi dan supervisi.
Dengan sistem seperti ini, taskshifting tetap menjaga keselamatan pasien dan profesionalisme tenaga medis. Kebijakan ini hadir bukan untuk menggantikan peran dokter spesialis, melainkan sebagai langkah darurat untuk menyelamatkan nyawa dan meningkatkan akses layanan medis yang setara di seluruh wilayah Indonesia.
Dengan adanya klarifikasi ini, PKMK FK-KMK UGM mengajak publik untuk memahami konteks kebijakan secara menyeluruh dan tidak terjebak dalam disinformasi atau kesimpulan yang menyesatkan.
“Kita perlu melihat kebijakan ini sebagai upaya kolaboratif antara pusat dan daerah untuk menjawab kebutuhan mendesak layanan kesehatan, tanpa mengorbankan kualitas,” tegas Prof. Laksono. (Yud)