Teknologi IoT dari UGM, Selamatkan Penyu Laut di Bantul

Dengan alat ini, suhu penetasan telur penyu bisa dikontrol secara otomatis bahkan dari rumah para relawan

Bantul – Pernahkah Anda membayangkan, tukik-tukik kecil berjuang menuju laut lepas, namun banyak yang tak sempat sampai karena abrasi pantai dan panasnya pasir? Di balik kisah pilu itu, hadir sekelompok dosen dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang membawa harapan baru bagi penyu-penyu di Pantai Trisik, Bantul, Yogyakarta.

Pantai Trisik dikenal sebagai destinasi ekowisata yang memadukan konservasi dan keindahan alam. Wisatawan bisa ikut melepas tukik ke laut sambil menikmati suasana pesisir yang tenang. Namun, tak banyak yang tahu, kawasan konservasi di Desa Banaran kini terancam abrasi, dan banyak telur penyu gagal menetas.

Dari situlah semangat tim Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM muncul. Dipimpin oleh drh. Yudhi Ratna Nugraheni, M.Sc., Ph.D., mereka terjun langsung membantu relokasi Konservasi Penyu Abadi Trisik ke lokasi yang lebih aman. “Kami membantu merelokasi Konservasi Penyu Abadi sehingga dapat membantu penetasan kemudian dapat membantu survival rate sehingga dapat menjaga plasma nutfah dari Penyu Lekang yang merupakan Keanekaragaman Hayati,” jelas Yudhi.

Tak hanya memindahkan lokasi, tim UGM juga menghadirkan inovasi canggih: termoregulator berbasis Internet of Things (IoT). Dengan alat ini, suhu penetasan telur penyu bisa dikontrol secara otomatis bahkan dari rumah para relawan! “Jadi nanti dari rumah pun volunternya bisa mengontrol suhu yang ada di penyuh tersebut,” tambahnya.

Keterbatasan dana tak menyurutkan semangat tim ini. Pengelola konservasi hanya mengandalkan donasi dari pengunjung yang ingin ikut melepas tukik ke laut. “Mereka hanya dapat dari donasi yang ketika penyuhnya mau dilepas ke laut, kalau pengunjung mau berpartisipasi itu mereka mengadakan donasi,” ujar Yudhi.

Selain menjaga kelestarian penyu, UGM juga memberdayakan masyarakat Banaran lewat pelatihan pembuatan pupuk organik dari kotoran ternak. Bersama Universitas Tidar (Untidar) dan Kelompok Tani Sumber Rejeki, mereka mengembangkan pupuk ramah lingkungan yang diberi tambahan Mycorrhiza, sejenis jamur yang berfungsi sebagai predator alami rumput liar.

“Kemudian kemarin kita berkolaborasi dengan Untidar. Kemudian kita tambahkan dekomposer berupa Mycorrhiza jadi jamur. Jadi nanti pupuk itu sudah diolah jadi, dikemas. Itu kita tambahkan Mycorrhiza untuk semacam predator alaminya rumput gitu ya,” terang Yudhi.

Tak berhenti di situ, program ini juga mengajarkan mitigasi abrasi pantai melalui penanaman pandan laut dan mangrove, berkolaborasi dengan UKM Renang UGM. Semua kegiatan ini menjadikan Desa Banaran bukan sekadar tempat wisata, tetapi juga contoh desa pesisir berdaya saing dan berkelanjutan.

Melalui sinergi antara akademisi, mahasiswa, dan masyarakat, UGM membuktikan bahwa pelestarian alam bisa berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan warga. Dari Pantai Trisik, semangat hijau itu kini tumbuh menghidupkan harapan baru bagi penyu dan pesisir Indonesia. (Yud)

 

Tim Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) terjun langsung membantu relokasi Konservasi Penyu Abadi Trisik ke lokasi yang lebih aman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *