Yogyakarta – Transformasi sistem kesehatan menjadi fokus utama pembahasan dalam Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (Fornas JKKI) ke-15, yang digelar oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FKKMK Universitas Gadjah Mada (UGM). Forum ini menyoroti penerapan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, khususnya terkait akses layanan, pendanaan, dan penguatan SDM kesehatan.
Kegiatan yang berlangsung pada 28–30 Oktober 2025 di FKKMK UGM Yogyakarta ini mengusung tema “Implementasi Kebijakan Transformasi Sektor Kesehatan dalam UU Kesehatan 2023” dan membahas tantangan penerapan kebijakan di lapangan.
Ketua Fornas JKKI, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD, menjelaskan bahwa pengesahan UU Kesehatan 2023 merupakan langkah besar dalam reformasi sistem kesehatan nasional.
“Lahirnya UU Kesehatan yang menggunakan metode omnibus law ini bertujuan untuk menyederhanakan regulasi, meningkatkan efektivitas, serta mengakselerasi transformasi sektor kesehatan secara menyeluruh,” ujar Prof. Laksono.
Transformasi ini mencakup enam pilar utama, mulai dari peningkatan kualitas layanan primer dan rujukan hingga ketahanan sistem kesehatan dalam menghadapi krisis.
Perlu Pemahaman dan Aksi Nyata
Dr. Laksono menegaskan bahwa keberhasilan implementasi UU Kesehatan sangat bergantung pada pemahaman yang menyeluruh dari seluruh pemangku kepentingan.
“Tanpa pemahaman yang komprehensif, proses transisi dan penerapan kebijakan di lapangan dapat menghadapi kendala yang signifikan,” jelasnya.
Kebijakan turunan seperti Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK), reorganisasi pendanaan, serta penataan ulang SDM, obat, dan alat kesehatan dinilai perlu segera disosialisasikan secara luas. Fornas JKKI berperan sebagai wadah berbagi informasi dan mempertemukan peneliti dengan pembuat kebijakan untuk mempercepat proses transformasi.
Fornas JKKI membahas sejumlah isu strategis, di antaranya:
1. Kebijakan climate resilient di Puskesmas,
2. Pendanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tahun 2024,
3. Pelayanan rujukan terkait penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) di rumah sakit.
“Pembahasan ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan berbasis bukti antara peneliti dan pembuat kebijakan,” tutup Prof. Laksono. (Yud)
