Sleman – Kasus penganiayaan yang menimpa kekasih seorang driver ojek online di Sleman memasuki babak baru. Polisi menetapkan Takbirdha Tsalasiwi Wartyana (TTW), pria yang sempat viral dengan sebutan “mas-mas pelayaran“, sebagai tersangka utama dan langsung menahannya di Mapolresta Sleman.
TTW ternyata juga bukan lulusan sekolah pelayaran seperti yang ia klaim dalam video viral, melainkan hanya bekerja sebagai staf administrasi di pelabuhan Fatufia, Morowali, Sulawesi Tengah.
“Untuk TTW ini bukan dari pelayaran ya atau sekolah pelayaran. Cuma yang bersangkutan kerja di perusahaan sebagai staf admin pelabuhan Fatufia Morowali, Sulawesi Tengah,” ujar Kasat Reskrim Polresta Sleman, AKP Wahyu Agha Ari Septyan, Senin (7/7/2025).
Diketahui, TTW merupakan lulusan Sarjana Akuntansi dari sebuah universitas di Yogyakarta. Menurut Agha, saat insiden terjadi, TTW menyebut dirinya dari “pelayaran” untuk memberi kesan bahwa ia pribadi yang tertib dan disiplin.
“Intinya penyebutan dari pelayaran untuk menegaskan lah kalau dia itu tertib dan disiplin. Tidak ada kata terlambat. Intinya seperti itu,” kata Agha.
Tak hanya TTW, polisi juga menetapkan dua anggota keluarganya sebagai tersangka, yaitu kakak kandung THW (32) dan ayah kandung RTW (58). Ketiganya diduga ikut serta melakukan penganiayaan terhadap korban bernama AML.
Kejadian bermula pada Kamis malam (3/7), sekitar pukul 21.30 WIB. Seorang driver ShopeeFood bernama ADP bersama kekasihnya, AML, mendapatkan pesanan dari TTW di kawasan Bantulan, Sidoarum, Godean.
Akibat sistem aplikasi yang mengalami gangguan double order dan kondisi lalu lintas yang padat, pesanan TTW mengalami keterlambatan sekitar 5 menit. Hal ini memicu kemarahan TTW. Ketika AML mencoba menjelaskan alasan keterlambatan, justru terjadi cekcok mulut yang berujung pada dugaan penganiayaan.
Menurut keterangan polisi, TTW sempat berusaha mendekati korban dan menarik bajunya. Aksi itu kemudian diikuti oleh kakaknya, THW, yang mendorong korban hingga jatuh. Sang ayah, RTW, juga diduga menarik rambut dan tangan korban hingga korban kembali terjatuh.
“Kalau keterangan mereka maunya kan melerai, tapi melerai dengan cara yang salah. Yang menyebabkan korban tersebut luka,” kata Agha.
Kasus ini memicu kemarahan komunitas driver online. Pada Sabtu dini hari (5/7), ratusan driver melakukan aksi solidaritas yang berujung pada tindakan perusakan mobil polisi. Padahal, korban AML telah membuat laporan resmi ke Mapolresta Sleman pada Jumat dini hari (4/7).
Setelah dilakukan penyelidikan, ketiga terduga pelaku resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan sejak Minggu (6/7).
“Adapun pasal dan ancaman hukuman yang dikenakan, yaitu pasal 170 atau pasal 351 KUHP tentang bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau penganiayaan, dengan ancaman hukuman lima tahun penjara,” tegas Agha.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa kekerasan dalam bentuk apapun tidak dapat dibenarkan, serta pentingnya menyelesaikan konflik secara bijak dan legal. (An)