Wayan Dibia: Arsitek Budaya di Balik Gemerlap Pesta Kesenian Bali

Denpasar – Di balik kemegahan Pesta Kesenian Bali (PKB), nama Prof. Dr. I Wayan Dibia sebagai sosok kunci yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang festival budaya terbesar di Bali ini.

Keterlibatan Wayan Dibia dalam PKB dimulai sejak penyelenggaraan pertama pada tahun 1979 melalui sendratari kolosal Ramayana Tujuh Kanda, hasil kolaborasi antara ASTI dan KOKAR. Sejak itu, kiprahnya terus berlanjut, termasuk saat ia dipercaya menjadi koordinator pergelaran PKB pada tahun 1985.

Sebagai seorang seniman, akademisi, dan budayawan, Dibia menaruh perhatian besar terhadap potensi seni yang tumbuh dari akar desa-desa di Bali.

“Desa adat kita ibarat perpustakaan hidup. Setiap desa memiliki struktur dan kekhasan seni yang luar biasa,” ujarnya.

Sebagai mantan Rektor ISI Denpasar, Dibia menegaskan bahwa PKB bukan sekadar ajang pertunjukan seni, melainkan sarana memperkuat identitas budaya dan regenerasi nilai-nilai lokal.

Pawai pembukaan PKB atau Peed Aya, disebutnya sebagai momentum penting alih generasi, karena melibatkan anak-anak muda dari berbagai daerah di Bali.

“Tema PKB 2025, Seni Semesta Raya, menjadi dasar kurasi setiap kontingen. Kita batasi agar tidak seragam, tapi tetap memberi ruang kreativitas sesuai karakter masing-masing desa,” jelasnya.

Dalam perjalanannya sebagai Ketua Dewan Kurator PKB 2025, Dibia menaruh perhatian besar pada keseimbangan antara seni sakral dan seni pertunjukan. Ia mencontohkan seni wewalian, bentuk seni sakral yang ditata ulang secara teatrikal tanpa kehilangan spiritualitasnya.

“Budaya luar boleh masuk, tapi harus diolah menjadi bagian dari jati diri Bali,” tegasnya.

Visi kuratorial yang diusung tahun ini mendorong proporsi pelestarian 60 persen dan pengembangan 40 persen. Langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa inovasi tidak mencabut akar tradisi.

PKB ke-47 yang digelar oleh Pemerintah Provinsi Bali dari 21 Juni hingga 19 Juli 2025 bertepatan dengan masa libur sekolah. Dibia menyebutkan bahwa meningkatnya minat internasional terhadap PKB adalah peluang, bukan ancaman.

“Kesenian bukan hanya untuk hidup saya, tapi memang bagian dari hidup saya. Lewat PKB, saya menyaksikan langsung regenerasi yang berjalan penuh harapan,” pungkas Wayan Dibia.

Dengan pendekatan yang konsisten dan menyentuh akar tradisi, sosok Wayan Dibia tak hanya menjaga nyala budaya Bali, tapi juga membawa PKB menjadi ajang seni global yang tetap berpijak pada nilai-nilai lokal. (Yud)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *