Zonasi ala Yogyakarta: Sekolah untuk Semua, Tak Hanya yang Pintar

Yogyakarta – Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali menghadirkan inovasi dalam sistem pendidikan dengan meluncurkan kebijakan Sistem Pendaftaran Murid Baru (SPMB) 2025. Kebijakan ini dirancang untuk mendorong terciptanya keberagaman dan sistem pendidikan yang inklusif (terbuka bagi semua) di sekolah-sekolah.

Berbeda dari sistem sebelumnya, SPMB 2025 tidak menerapkan pembagian jalur penerimaan siswa secara seragam. Sebaliknya, sistem ini mempertimbangkan berbagai aspek sosial, geografis, dan prestasi akademik demi menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih adil dan merata.

Lima Jalur Pendaftaran dengan Prinsip Keadilan

Kepala Dinas Pendidikan DIY menjelaskan bahwa terdapat lima jalur utama dalam kebijakan ini, dengan komposisi yang telah ditentukan:

  1. Jalur Afirmasi (30%) – ditujukan bagi siswa dari keluarga kurang mampu.
  2. Jalur Domisili Wilayah (30%) – mempertimbangkan lokasi tempat tinggal calon siswa dalam satu wilayah administrasi.
  3. Jalur Domisili Radius (5%) – berdasarkan jarak rumah ke sekolah dengan pengukuran berbasis koordinat.
  4. Jalur Prestasi (30%) – mencakup capaian akademik maupun non-akademik.
  5. Jalur Mutasi (5%) – untuk siswa yang mengalami perpindahan tempat tinggal atau mengikuti perpindahan orang tua.

Dengan pembagian ini, pemerintah berharap siswa dari berbagai latar belakang dapat memiliki kesempatan yang setara untuk mengakses pendidikan berkualitas, sekaligus menciptakan ruang belajar yang inklusif.

Ketua Komisi D DPRD DIY, RB. Dwi Wahyu B., menyampaikan dukungannya terhadap kebijakan ini. Ia menilai bahwa sistem yang dirancang selaras dengan semangat keterbukaan khas masyarakat Yogyakarta. “Konsep tersebut merupakan keberagaman dunia pendidikan di DIY,” ungkap Dwi pada Jumat (20/6).

Ia menambahkan bahwa sistem ini memperhitungkan kondisi nyata masyarakat, mulai dari status sosial hingga faktor geografis, yang pada akhirnya diharapkan akan menciptakan sinergi positif di lingkungan sekolah. “Pendekatan ini memperhatikan berbagai latar belakang siswa, mulai dari status sosial, prestasi, hingga jarak geografis,” tambahnya.

Lebih lanjut, Dwi menyoroti pentingnya transparansi dan kejujuran dalam pelaksanaan SPMB 2025. Ia menyinggung praktik manipulasi data kependudukan yang sempat terjadi di masa lalu. “Sleman ini jelas menjunjung nilai keadilan bagi publik. Dampak yang diharapkan adalah keterbukaan informasi. Jangan sampai kejadian di tahun-tahun lalu, memanipulasi KK demi sekolah anak, tidak perlu dimunculkan kembali,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa sistem ini harus melalui evaluasi berkala demi terus menyempurnakan implementasinya. “Disamping itu, perlu ada koreksi dalam implementasinya ke depan, memang perlu dilakukan sebagai respons dari evaluasi yang berkala,” ujarnya.

Di akhir pernyataannya, Dwi memberi semangat kepada para calon peserta didik dan semua pelaku pendidikan di DIY. “Akhirnya, selamat berjuang bagi peserta didik baru dalam mencari sekolah yang diimpikan. Selamat berkarya juga bagi sekolah, untuk terus menciptakan inovasi bagi kemajuan pendidikan di DIY. Merdeka!!!” tutupnya. (Yud)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *